Dua Terdakwa Korupsi RSUD Batusangkar Divonis Berbeda

CENDANANEWS- Kasus korupsi pembangunan gedung Pelayanan Obsteri Neotal Emergency Komprehensif Rumah Sakit Umum Daerah Prof MA Hanafiah Tanah Datar divonis berbeda oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, dan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Irham Munaf selama empat tahun, dan terdakwa Edisman dua tahun penjara,” kata Ketua Majelis Hakim, Asmar di Padang, Kemarin.
Selain itu, hakim juga memvonis Irham Munaf dengan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider dua bulan penjara, dan Edisman sebesar Rp50 juta, subsider satu bulan kurungan. Hukuman yang diterima oleh kedua terdakwa itu lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa menuntut para terdakwa dengan hukuman masing-masingnya satu tahun enam bulan.
Dalam sidang, hakim juga menyatakan ketidaksetujuan dengan pendapat jaksa yang menuntut terdakwa dengan pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Menanggapi putusan itu, Irham Munaf didampingi penasihat hukumnya Rimaison Syarif Cs, menyatakan akan mengajukan banding. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir, begitu pun dengan Edisman.
Kasus yang menjerat kedua terdakwa itu berawal saat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof MA Hanafiah Batusangkar mendapat anggaran sebesar Rp2,168 miliar untuk Program Peningkatan Sarana dan Prasana Kegiatan dan Penambahan Ruang Rawat Inap.
Selama proses persidangan para terdakwa mengaku telah bekerja semaksimal mungkin dan sesuai tupoksi mereka dalam proyek pembangunan gedung Pelayanan Obsteri Neotal Emergency Komprehensif (PONEK) RSUD Prof MA Hanafiah, Batusangkar.
Saat itu Edisman sebagai pengawas teknis lapangan, dan Irham Munaf, Direktur CV Irza, yang menjadi kontraktor pelaksana proyek. Dalam kontrak yang dibuat panitia bersama rekanan, proyek itu memiliki rentang waktu pengerjaan 135 hari tertanggal 6 Agustus 2012 hingga 18 Desember 2012. Hanya saja pihak rekanan tidak mengerjakannya sesuai rentang waktu kontrak.
Sewaktu proyek berjalan, terjadi perubahan kontrak (adendum) yang menjadi awal masalah proyek dan mengubah besaran kontrak awal RP2,168 miliar menjadi Rp2,199 miliar. Terkait permasalahan itu, pada persidangan sebelumnya muncul beberapa fakta baru yang berawal dari pertanyaan penasihat hukum terdakwa Irham Munaf, yaitu Rimaison syarif. Ia mempertanyakan beberapa kejanggalan mengenai adendum tersebut.
Ia mengatakan bukan hanya terdakwa Irham munaf dan Edisman yang bertanggungjawab dalam kasus tersebut. Melainkan juga pihak lain yang bertanda tangan dan menyetujui adendum bermasalah tersebut, seperti Pengguna Anggaran (PA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Ermon Reflin, dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Reri Warman.
“Pihak rekanan Irham Munaf dalam adendum berposisi sebagai pemohon, bukan penyetuju. Jika memang benar adendum dinyatakan bermasalah, yang memberi persetujuanlah yang bertanggungjawab,” kata penasihat hukum terdakwa.
Sedangkan Ermon Revlin dan Reri Warman, pernah dihadirkan sebagai saksi dalam sidang sebelumnya. Addendum ke-1 dikeluarkan oleh PPK berdasarkan barang bukti berupa foto copy berita acara pemeriksaan, atau penilaian hasil pekerjaan Fisik (PHO) No. 14, tanggal 27 juni 2012 yang dilampirkan dalam persidangan.
“Tidak ada terjadi kelebihan pembayaran karena proyek telah dikerjakan sesuai kontrak dan RAB yang dikeluarkan PPK. Kalaupun ada yang bertanggungjawab atas kasus ini bukanlah para terdakwa melainkan PPTK, PPK atau KPA yang menyetujui terjadinya addendum ke-1,” kata Rimaison Syarif.

———————————————————-
Rabu, 18 Maret 2015
Sumber : Muslim Abdul Rahmad
Editor   : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-

Lihat juga...