EK-LMND Kritisi Disdik Lamsel, Tuntut Pendidikan Murah

Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Lampung Selatan
berdemonstrasi di Bundaran Tugu Adipura, Kalianda[Foto:CND]

CENDANANEWS (Lampung) – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Eksekutif Kota Liga Mahasiswa Nasioanal untuk Demokrasi (EK-LMND) Lampung Selatan melakukan unjuk rasa di Bundaran Tugu Adipura tepat di depan kompleks kantor bupati Lampung Selatan, Selasa (31/3/2015). Dalam unjuk rasa tersebut Mahasiswa menyoroti dugaan penyalagunaan dana alokasi khusus (DAK) Dinas Pendidikan Lamsel.
Koordinator Lapangan EK-LMND Lampung Selatan Abdurrahman dalam orasinya menyatakan banyak anak-anak tidak dapat mengenyam pendidikan karena biaya mahal. Menurutnya menjadi rahasia umum di sektor pendidikan Lamsel diduga adanya penyalagunaan DAK yang dilakukan oknum yang semata-mata mencari keuntungan tanpa mempertimbangkan siapa yang akan terkena imbasnya.
“Oleh karena itu, kami para mahasiswa yang tergabung dalam LMND Lampung Selatan menuntut kepada Pemkab Lamsel agar mewujudkan pendidikan gratis 12 tahun yang layak tanpa syarat,” ungkap Abdurahman.
Mahasiswa membubarkan diri setelah berunjukrasa kurang dari satu jam. Para pengunjukrasa menuju kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kalianda untuk mendesak pengusutan dugaan penyalagunaan DAK di Dinas Pendidikan Lamsel.
Abdurahman sebagai koordinator kepada Cendananews.com juga menyoroti timpangnya anggaran yang dimanfaatkan oleh oknum tertentu dengan fakta di lapangan dimana masih ada anak yang tak bisa sekolah yang membuat mahasiswa miris, dasar tersebutlah yang membuat LMND mengkritisi instansi terkait dalam hal ini dinas pendidikan. 
Seperti dialami oleh seorang anak usia sekolah menengah pertama yang lulus pada tahun 2013 lalu bernama Seftia Wulandari. Warga Dusun Buring Desa Sukabaru ini tak bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang Sekolah Menengah Atas karena faktor biaya.
“Saya tidak bisa melanjutkan sekolah meski masih sangat ingin bersekolah tapi mau bagaimana lagi penghasilan orangtua pas pasan sehingga untuk sekolah tidak ada biaya,” ungkap Seftia.
Seftia kini harus pupus harapan untuk bisa bersekolah sebab sang ayah bekerja sebagai buruh bangunan sementara ibunya berjualan di rumah. Ia bahkan yang masih berusia sekolah tersebut tak bisa mengenyam pendidikan seperti anak seusianya.
Melihat kenyataan ini Abdurahman mengaku setiap anak usia sekolah seharusnya memperoleh hak yang sama untuk mengenyam pendidikan dasar yang saat ini wajib 12 tahun. Ia mengungkapkan semua sektor di masyarakat seharusnya tidak menghambat bagi seseorang untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak.

———————————————————-
Selasa, 31 Maret 2015
Jurnalis : Henk Widi
Editor   : ME. Bijo Dirajo
———————————————————-

Lihat juga...