Grasi Terpidana Mati Dikabulkan, Keluarga Korban Kecewa dengan Presiden

Sulastri (paling kanan) datang ke PN Pekanbaru ditemani oleh adik kandung korban, Agusni Musnizah (tengah), serta putra bungsunya Rian Rahmad Setiadi (kiri). [ist]
CENDANANEWS – Dikabulkan permohonan grasi Dwi Trisna, terpidana mati dalam kasus pembunuhan Agusni Bahar dan anaknya Dodi Haryanto oleh Presiden Joko Widodo sontak membuat kecewa keluarga korban.
“Kenapa Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Dwi Trisna,” ungkap istri korban Agusni Bahar Sulastri heran saat mendatangi Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (16/3).
Sulastri yang datang ditemani adik korban, Agusni Musnizah dan putra bungsunya Rian Rahmad Setiadi, tidak dapat menyembunyikan raut kekecewaan saat mendengar salah seorang pembunuh suaminya diberikan oleh Presiden Jokowi.
“Perasaan saya sangat hancur. Kami sudah kehilangan nyawa dan harta. Mohon dipertimbangkan grasinya. Tegakkan hukum di Indonesia. Sebab grasi yang diberikan Pak Jokowi dan apa yang dikatakan Penasehat Hukum (PH) nya tidak sesuai dengan fakta,” ucap Sulastri dengan suara parau dan tak sadar air mata mengalir di pipinya.
Dia berharap, berita ini sampai ke Presiden, supaya Pak Presiden lebih adil mempertimbangkan grasi yang diberikannya kepada Dwi Trisna. Apa lagi yang harus kami lakukan. Kami ingin membuat surat ke presiden, jangan gampang memberikan grasi.
“Saya istri almarhum sangat kecewa atas putusan yang diberikan Presiden memberikan grasi kepada Dwi. Karena pembuhuhannya sangat sadis karena membunuh suami saya sedang shalat. Apa pantas Presiden memberikan grasi kepada pembunuhan itu,” ucapnya lagi.
Padahal, lanjutnya, pihak Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Pengadilan Tinggi (PT) Riau hingga ke Mahkamah Agung (MA) RI, telah menjatuhkan Dwi dengan pidana mati.
“Tapi kenapa Presiden dengan gampangnya mengabulkan permohonan grasinya. Kami berharap kepada Presiden, agar mengkaji kembali pemberian grasi tersebut. Kami berharap Dwi Trisna tetap dihukum mati,” harapnya.
Dibunuh Saat Shalat
Sebelumnya, Dwi bersama dua rekannya Andi Paula dan Candra divonis mati di Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 29 September 2012. Ketiganya saat itu dinyatakan hakim Ida Bagus Dwiyantara melanggar pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Adapun aksi pembunuhan disertai pencurian itu dilakukan Dwi terhadap ayah (Agusni Bahar) dan anak (Dodi Haryanto) di Jalan Kaharuddin Nasution pada 15 April 2012.
Dwi merupakan pegawai di Niagara Ponsel milik korban Agusni. Dia sudah merencanakan aksinya dua hari sebelum kejadian. Rekan Dwi, Andi Paula dan Candra, menghabisi Agusni dengan cara membantainya sewaktu Sholat Subuh. Korban ditikam dan lehernya digorok ketika sujud dalam shalat.
Sementara Dwi, sewaktu Agusni dibunuh, menemani Dodi (anak) di kamar lain sambil nonton TV.
Mendengar suara ribut, Dodi keluar. Begitu keluar dari pintu, leher Dodi dijerat Dwi dan langsung membunuhnya.
Lancarnya aksi ini, karena Dwi terlebih dahulu menyembunyikan dua rekannya itu dibawah mobil. Ia bisa melakukan itu karena merupakan orang kepercayaan dari korban Agusni.
Setelah membunuh kedua korban ayah dan anak itu, pelaku menguras harta korban. Diantaranya, satu unit mobil jenis Daihatsu Terios, 2 unit motor, 12 unit handphone, voucher, STNK, BPKB dan 3 tas yang berisi uang.
Hasil rampokan itu, dijual terdakwa melalui Suroso di Palembang. Ke tiga pelaku kemudian berhasil dibekuk jajaran Polresta Pekanbaru di sebuah perkampungan di Sumatera Selatan.
Kasus ini sendiri sempat menghebohkan warga Pekanbaru. Pasalnya kedua korban baru diketahui terbunuh setelah dua hari kemudian. Hal itu terungkap sewaktu warga mencium bau busuk dari rumah korban.
Selain Dwi Trisna (26), dua kawannya yang juga dihukum mati, juga tengah mengajukan grasi. Hingga kini, belum ada keputusan dari Presiden Jokowi, apakah mengabulkan atau menolaknya. 
Lihat juga...