Mangrove, Sabuk Pengaman Bencana Bagi Pesisir

Sabuk Mangrove

CENDANANEWS- Hampir seluruh kawasan pesisir di Indonesia tergolong sebagai kawasan dengan potensi bencana alam. Jenis bencana yang kerap kali dihadapi oleh mereka yang tinggal di pulau kecil dan berdekatan dengan pantai dan laut adalah gelombang pasang/abrasi dan tsunami. Menurut data BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), setidaknya telah terdata sebanyak 15 bencana gelombang pasang/abrasi dan 1 bencana tsunami yang menimpa Indonesia tahun 2012. Kerugian yang diakibatkan dari bencana tersebut tentu tidak sedikit. Selain 37 orang yang meninggal, sebanyak 3.855 orang lainnya menderita dan mengungsi, serta kerusakan terhadap ratusan rumah dan sarana publik lainnya (BNPB, 2012).
Dampak dan kerugian yang diakibatkan dari peristiwa bencana, tak hanya memberikan pembelajaran perihal rencana strategis untuk mitigasi dan fasilitas pendukung lainnya, melainkan juga kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan terkait pada pengurangan resiko bencana. Peristiwa tsunami yang menimpa Aceh dan kawasan pesisir lainnya di negara Asia Tenggara, telah menunjukkan adanya keterkaitan antara pengurangan resiko bencana dan pelestarian lingkungan hidup. Sejumlah kawasan pesisir dengan tingkat kelebatan hutan mangrove yang tinggi, ternyata mampu menekan laju gelombang pasang, sehingga resiko yang diakibatkan tidak akan sebesar kawasan pesisir lain yang tak memiliki mangrove.
Sebagai vegetasi endemik yang hidup di antara transisi daerah laut dan daratan di kawasan pesisir, keberadaan hutan mangrove menjadi penting sebagai sabuk hijau bagi area pesisir dan sekitarnya. Mangrove memiliki banyak fungsi fisik, ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan bagi masyarakat dan kawasan pesisir. Akar-akar mangrove yang kokoh akan dapat menangkap sedimen dan mencegah abrasi. Selain itu, mangrove pun dapat berperan sebagai pelindung dari bencana gelombang pasang yang biasanya seringkali dihadapi mereka yang tinggal di dekat laut. Mempertimbangkan kelestarian hutan mangrove bagi mitigasi bencana atau upaya preventif mengurangi dampak buruk dan resiko bencana, tentu menjadi suatu keharusan.
Ada banyak keuntungan yang didapatkan dari proses mitigasi yang berbasis pada alam. Mitigasi bencana melalui mangrove untuk bencana gelombang pasang/abrasi dan tsunami misalnya, tak hanya akan memberikan manfaat fisik dan lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat lain yang bisa diberdayakan oleh masyrakat pesisir dan pihak lainnya. Karena mangrove merupakan daerah bagi berbagai satwa untuk berkembang biak, maka kelestarian hutan mangrove akan berdampak langsung bagi hadirnya berbagai ikan, udang, kepiting, lebah madu, aneka burung, dan fauna lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai mata pencaharian penduduk dan pengembangan eko-wisata/ecotourism.
Area konservasi mangrove Krakatoa Nirwana Resort di Merak Belantung yang dikelola oleh Miyara Sumatera Foundation melalu Program “Mangrove for Life” adalah contoh bagaimana tujuan untuk pelestarian alam dapat disinergikan dengan pemanfaatan lainnya guna menunjang keberlangsungan jangka panjang dari konservasi. Berdasarkan catatan, penulis Cendananews.com pun sempat dilibatkan dalam konservasi Mangrove tersebut beberapa waktu silam dengan melakukan penanaman beberapa pohon Mangrove di sekitar pesisir pantai.
Lestarinya mangrove akan berdampak pada ketersediaan komoditi lokal bagi nelayan tradisional, mencegah terjadinya abrasi dan gelombang pasang, serta memberikan peluang bagi pengembangan ecotourism dan produk turunan mangrove, seperti sirup mangrove dan lainnya.
Tentu saja, program mitigasi berbasis alam yang dilakukan di kawasan pesisir melalui mangrove, menjadi bukti bahwa program mitigasi bencana dapat berjalan beriringan dengan upaya pelestarian lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan potensi lainnya. Bahwa mangrove pun tak sekedar bermanfaat bagi penanggulangan resiko bencana, tetapi juga untuk kehidupan yang lebih baik bagi kawasan pesisir.
Program “Mangrove for Life” adalah program konservasi yang dilakukan Miyara Sumatera Foundation – organisasi non-profit yang bergerak untuk konservasi alam, pelestarian budaya, dan pengembangan pariwisata di Sumatera – melalui kerja sama dengan berbagai pihak. Pilot project berlokasi di Merak Belantung, Lampung Selatan di mana program tak hanya bertujuan untuk melestarikan alam, tetapi juga memberdayakan masyarakat pesisir dan mengembangkan potensi lainnya (investing & empowering rural & coastal communities).

———————————————————–
Rabu, 4 Maret 2015
Penulis : Hendricus Widiantoro / Nurdiyansah/ Miyara Sumatera Foundation
Editor : Muhsine Piliang
———————————————————-

Lihat juga...