Gubernur Maluku, Said Assagaff |
CENDANANEWS (Ambon) – Gubernur Provinsi Maluku Said Assagaff yang dikonfirmasi wartawan di Ambon Kamis (28/5/2015), memberikan ruang kepada DPRD Maluku untuk menelusuri pengadaan gedung kantor cabang PT. Bank Maluku di Surabaya pada akhir 2014 senilai Rp 54 miliar.
Menurut Assagaff, jika DPRD menyepakati untuk membentuk panitia khusus atau Pansus idealnya mengkoordinasikannya dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Maluku.
Alasannya, OJK Maluku bersama tim dari PT.Bank Maluku terdiri dari Komisaris dan Direksi telah melakukan peninjauan ke Surabaya guna menelusuri pengadaan gedung kantor cabang di Surabaya pada pekan lalu.
“Saya dalam kapasitas sebagai pemegang saham utama PT.Bank Maluku yang wilayah kerjanya meliputi Provinsi Maluku dan Maluku Utara telah menerima laporan tim dari Surabaya bahwa tidak ada masalah,” katanya.
Tim kala di Surabaya, kata Assagaff, sudah bertemu dengan berbagai pihak terkait pengadaan gedung kantor cabang PT.Bank Maluku. Sehingga laporan tidak ada masalah, tapi nanti dievaluasi.
“Sekiranya DPRD Maluku melalui rapat Badan Musyawarah (Bamus) memutuskan dibentuk Pansus, silahkan saja. Karena itu mekanisme di legislatif dengan tetap menjaga kaidah – kaidah perbankan,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae mengemukakan, DPRD Maluku mensinyalir adanya permainan oknum tertentu pada PT. Bank Maluku untuk menggelembungkan (mark up) anggaran pembelian gedung kantor cabang baru di Surabaya (Jawa timur) mencapai Rp 54 miliar.
Menurut Ediwin, untuk membuktikan sinyalemen tersebut DPRD Maluku telah melakukan rapat badan musyawarah (Bamus) DPRD dan sepakat membentuk panitia khusus (Pansus) PT.Bank Maluku.
Dalam rapat, hampir seluruh anggota dari fraksi-fraksi sepakat membentuk Pansus karena sinyalemen mark up anggaran itu sudah menjadi perhatian publik sehingga menjadi atensi DPRD untuk ditelusuri.
Disamping persoalan anggaran pembelian kantor cabang PT Bank Maluku di Surabaya, kata Edwin, masalah lain di BUMD milik Pemprov Maluku maupun Maluku Utara itu juga akan ditelusuri.
Lanjut Edwin, tugas Pansus juga mengungkap sejauh mana dampak dari persoalan yang melilit PT. Bank Maluku kaitannya dengan repo saham yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp 262 miliar dan dugaan mark up pembelian kantor cabang PT Bank Maluku di Surabaya.
“Khususnya untuk dugaan pembelian kantor cabang, informasi yang diperoleh Bamus, bahwa antara harga pembelian dengan realitas terjadi selisih yang begitu signifikan,” kata Edwin.
Pasalnya, dari satu sisi, pembelian kantor baru seberapa urgent untuk PT. Bank Maluku, itu yang legislatif ingin tahu mengapa mesti menggelontorkan sekian banyak uang miliaran guna kepentingan pembangunan kantor cabang.
Padahal, kata Edwin, dalam situasi faktual, menurut DPRD belum merupakan suatu kepentingan mendesak untuk PT. Bank Maluku miliki kantor cabang di Surabaya.
Disamping itu, baru saja terjadi kerugian cukup besar dana operasional PT. Bank Maluku kaitannya dengan repo saham, yang tiba-tiba mau buka cabang.
Ditambahkan, sesuai peraturan Bank Indonesia mestinya sebuah bank dengan omzet Rp 1 triliun, sebenarnya cuma punya kewenangan buka kantor cabang sampai level pembiayaan Rp 8 miliar. Anehnya, bisa dikeluarkan uang PT. Bank Maluku mencapai Rp 54 miliar.
“Sesuai informasi yang kami peroleh aparat penegak hukum, juga sudah melakukan proses penyelidikan dan penyidikan. DPRD Maluku sangat mendukungnya, agar berjalan secara transparan sehingga masyarakat bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi pada PT Bank Maluku saat ini,” katanya.
———————————————————-
Kamis, 28 Mei 2015
Jurnalis : Samad Vanath Sallatalohy
Editor : Sari Puspita Ayu
———————————————————-