CERPEN — Surya melingkari lembayung yang mulai menguning disela-sela panorama pelangi yang mengornamen bumi. Hiasan yang amat menarik dan tak mampu diungkap dengan narasi dari para pujangga. Sebuah karya besar Sang Maha Pencipta untuk penghuni jagad raya ini. Masjon mulai bergegas meninggalkan ruangan kerjanya yang asri sebagai Kepala Daerah. Dirinya baru hendak melangkah ketika sebuah pesan singkat masuk ke handphone miliknya.
” Selamat Sore Pak Penguasa. Apa kabar rakyatmu,” tulis pesan itu. Dan Masjon hanya menelan ludah usai membaca pesan singkat itu. Dia tahu dan hafal siapa yang menuliskannya. Gaya bahasanya dan diksi kata-katanya selalu membuatnya teringat akan sebuah nama. Ya, pengirimnya pasti Kang Emot, sahabat lamanya saat mareka masih berstatus sebagai mahasiswa di perantauan yang selalu memberi motivasi dan spirit baginya untuk sukses. Dan Masjon kembali menelan ludah saat menghubungi nomor handphone yang mengirimnya pesan karena dari sana terdengar suara perempuan cantik bersuara merdu yang menarasikan nomor yang anda hubungi tidak dapat dihubungi.
Siang itu, Masjon diagendakan akan memimpin rapat dengan para Kepala Desa dan perangkat untuk membahas soal anggaran Desa yang akan digelontorkan bagi pembangunan Desa. Masih berada di ruang kerjanya seorang ajudannya langsung memberitahukan bahwa ada orang yang ingin bertemu. Ajudannya menjelaskan secara detail ciri-ciri khas pria yang ingin bertemu dengannya. Paham siapa orang yang akan menemuinya, Masjon pun memerintahkan staffnya untuk menunda rapat.
Dan alangkah bahagianya Masjon saat bertemu dengan Kang Emot yang diantar ajudannya langsung masuk ke ruang kerjanya. Senyum mengambang ditebarkan Masjon saat bertemu pria itu. Namun Masjon harus menelan ludah saat bertemu Kang Emot justru tidak menampakkan wajah bahagia.
“Kang, apa yang bisa saya bantu,” ujar Masjon dengan ramah.
“Saya hanya minta kamu menghentikan pembongkaran lokasi warga di Kampung Airmata,” jawab pria itu dengan lugas.
Belum sempat Masjon menjawab, lelaki itu langsung meninggalkan ruang kerjanya dengan diikuti rasa penasaran para staffnya dengan sejuta tanya dalam otak mareka.
Bagi Masjon, Kang Emot bukan sekedar sahabat di perantauan semata, namun pria itu adalah mentor dan gurunya dalam berorganisasi. Lewat spirit yang ditebarkan Kang Emot dirinya bukan hanya mampu menjadi Ketua Senat Mahasiswa di kampusnya, namun mampu menjadi seorang pemimpin muda yang bernas, cerdas dan humanis dengan menjadi publik sebagai tempat untuk berpihak.
“Sehebat-hebatnya kamu sebagai pemimpin, tak kan hebat dan meninggalkan warisan kalau kebijakanmu tak berpihak kepada publik dan rakyat. Itu adalah ukuran keberhasilan seorang pemimpin sejati,” ungkap Kang Emot kepada dirinya saat Masjon meminta nasehatnya saat akan maju dalam Pilkada.
Selain mengajarkan beragam ilmu, Kang Emot juga mengenalkan Masjon kepada para pemimpin negeri ini yang selama ini hanya dikenalnya lewat media semata. Tak pelak ruang dan jangkauan lingkaran pergaulannya pun makin meluas. Tak terkecuali kepada para petinggi Parpol. Kang Emot yakin kemampuan yang dimiliki Masjon akan mampu mengantarkan dirinya sebagai bangsawan pikiran bangsa yang siap mengambilalih kepemimpinan bangsa ini.
“Dan sekali lagi saya ingatkan bahwa keberpihakan kepada publik dan rakyat ramai adalah sesuatu yang harus kamu aplikasikan kalau kamu menjadi seorang pemimpin,” nasehat Kang Emot yang selalu diingatkannya.
Dan kini Kang Emot tampak resah dan kecewa dengan perilaku Masjon sebagai pemimpin daerah yang tak berpihak kepada publik. Penggusuran yang dilakukannya terhadap masyarakat Kampung Airmata telah membuat Kang Emot kecewa.
“Pemimpin daerah ini hanya berpihak kepada pengusaha Pak,” keluh Mang Junai saat Kang Emot bertemu dengan masyarakat Kampung Airmata.
“Iya. Kami dapat kabar bahwa didaerah ini akan dijadikan Mall,” sela warga yang lain.
‘ Padahal kami dulunya memilih beliau sebagai pemimpin kami dengan ikhlas karena kami yakin beliau mampu menjaga dan membahagiakan kami,” ujar warganya yang lain.
“Daripada kami tergusur dari tanah leluhur kami ini, lebih baik di bom saja Kampung Kami ini,” ujar seorang warga dengan nada putus asa.
Hari ini untuk ketiga kalinya, Kang Emot kembali menemui Masjon. Dan didalam ruang kerja Masjon keduanya terlibat perdebatan yang cukup sengit dengan argumentasi masing-masing.
“Kalau kamu tidak berpihak kepada publik lebih baik kamu serahkan mandat itu kepada publik karena mareka yang mengangkat kamu,” ujar Kang Emot.
“Akang harus memahami ini program pemerintah pusat yang dibelakangnya ada petinggi negeri. Dan saya juga ingin daerah ini memiliki ikon pariwisata yang hebat sehingga daerah ini dilirik para investor,” kilah Masjon.
“Apakah pembangunan harus mengorbankan rakyat banyak? Bukankah itu yang selalu kamu jargon semenjak masih mahasiswa dulu. Kamu jangan menjadi manusia yang tak tahu diri,” jawab kang Emot langsung meninggalkan ruang kerja Masjon.
Malam semakin menjauh. Kegelisahan masih melanda otak Masjon. Perdebatannya dengan Kang Emot tadi membuatnya seolah menjadi pemimpin yang tak berarti dan tak bisa membalas budi kaum miskin dan warga Kampung Airmata yang telah memilihnya dengan ikhlas dan bahagia. Kata-kata heroik yang dikemukan kang Emot membuatnya malu dan rendah diri kepada publik yang telah memilihnya dengan sukarela. Dan Masjon ingat betul bagaimana saat masa kampanye para warga Kampung Airmata secara gotong royong mengumpulkan dana untuk menambah pundi-pundi kampanyenya yang memang cekak.
“Semoga dengan dana ala kadarnya ini, Bapak bisa menjadi pemimpin kami dan membahagiakan kami,” ujar sesepuh Kampung saat itu. Dan dengan airmata berlinang Masjon menerima dana gotongroyong itu.
Pagi itu mentari tersenyum dengan sinarnya yang indah. Keindahan sinarnya menusuk nurani para penghuni bumi ini. Keindahan sinarnya seolah menjadi simbol semangat hidup. Siulan Masjon selama perjalanan ke kantor menambah indahnya pagi itu. Siulan yang menyenandungkan lagu-lagu perjuangan. Apalagi sepanjang perjalanan dirinya melihat beragam spanduk dan baliho berisikan penolakan dari warga terhadap Kampung Airmata.
Dan sebagai pemimpin Masjon kini telah mempunyai jawaban soal penggusuran Kampung Airmata. Ya, dirinya sebagai pemimpin masyarakat tidak akan menggusur lahan Kampung airmata. Dan saat hendak tiba di Pendopo Pemda, sebuah pesan singkat masuk ke handphonenya.
“Terima kasih telah berpihak kepada rakyat. Engkau memang pemimpn masa depan bangsa ini,” tulis pesan singkat itu. Senyum pun mengembang dari wajah Masjon. Kang Emot…Kang Emot.
MINGGU, 30 Agustus 2015
Jurnalis : Rusmin Toboali
Foto : Rusmin Toboali
Editor : ME. Bijo Dirajo