YOGYAKARTA — Peringatan HUT Ke-70 Kemerdekaan RI, diperingati dengan beragam cara. Rasa memiliki yang mendalam terhadap NKRI, memunculkan begitu banyak ragam acara demi memeriahkan peringatan hari kemerdekaan bangsa ini. Komunitas Seribu menggelar serangkaian acara kolosal, diantaranya Gerak Tari Bhineka Seribu Bendera di komplek Situs Candi Ratu Boko penginggalan Mataram Hindhu Kuno abad 8 Masehi.
Sebuah perhelatan tari kolosal melibatkan 70 penari dan anak-anak usia Sekolah Dasar, digelar di Komplek Situs Candi Ratu Boko, Senin (17/8/2015). Tari kolosal menggambarkan suka cita dan begitu indahnya persatuan, manakala setiap insan berbeda suku saling bergandengan tangan sebagaimana diperagakan dalam Gerak Tari Bhineka Seribu Bendera.
Markus Winoto |
Markus Winoto, koordinator acara mengatakan, acara yang diberi nama Seribu Satu Cita digelar sebagai wujud ucap syukur terhadap kemerdekaan bangsa ini. Selain itu, acara juga digelar sebagai upaya untuk senantiasa menumbuhkan rasa kecintaan terhadap kebudayaan bangsa dan negara. Gerak Tari Bhineka Seribu Bendera disuguhkan sedemikian berkesan. Tarian menggambarkan kebersamaan yang mesra di antara insan sebangsa berbeda budaya.
Sebelumnya, rangkaian acara pun telah dimulai siang hari, dengan ritual sedekah bumi Nusantara. Sebagai orang Jawa, kata Markus, kita tidak melupakan tradisi leluhur untuk selalu memanjatkan doa dan syukur terhadap karunia yang telah diberikan, dalam hal ini kemerdekaan.
“Acara ini pun sengaja digelar di Situs Candi Ratu Boko, sebagai upaya mengetengahkan nilai-nilai budaya leluhur yang sangat tinggi yang ada di candi tua tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Komunitas Seribu sendiri memaknai kemerdekaan itu sebagai sebuah kontemplasi. Markus mengungkapkan, jumlah seribu merupakan angka paling tinggi dalam khasanah budaya Jawa. Kita pun mengambil makna 17-8-1945, yang jika dihitung dengan rumusan Jawa berjumlah 70.
“Sebuah jumlah yang sangat unik, lantaran jumlah tersebut juga menunjukkan usia kemerdekaan kita saat ini,”cetusnya.
Dengan pemaknaan itu, serangkaian acara Seribu Satu Cita pun dibuat dengan mengeja-wantahkan makna-makna angka itu. Dijelaskan Markus, angka 17 dijadikan media apresiasi terhadap 17 orang yang selama ini memberikan inspirasi namun tidak begitu dikenal banyak orang. Mereka 17 orang itu terdiri dari orang-orang yang selama ini dengan tekun mengabdi melalui pekerjaannya. Misalnya, tukang penggali kubur, tukang membersihkan candi, penjaga mayat dan sebagainya.
Lalu, angka 8 yang berbentuk lingkaran bertautan dimaknai sebagai persatuan, dan persatuan itu dimaknai sebagai kemandirian yang ditunjukkan oleh sejumlah tokoh inovator atau penggerak di masyarakat. Penggerak-pengerak ini, kata Markus, sengaja diperkenalkan agar masyarakat tahu, bahwa bangsa ini memiliki banyak tokoh yang inspiratif dan mengabdikan diri dalam bekerja demi kejayaan bangsa dan negara. Sementara itu, angka 45 adalah simbol semangat perjuangan, yang kemudian dieja-wantahkan dalam acara tersebut ke dalam bentuk Pameran Pitutur atau Pameran Nasehat alias kata-kata bijak.
“Memaknai semangat juang adalah meneladani petuah-petuah luhur dari para leluhur, termasuk para pejuang kemerdekaan,”ujar Markus.
Sedangkan angka 70, bagi Markus memiliki makna lebih khusus lagi. Usia kemerdekaan yang sudah 70 tahun, katanya, ibarat manusia yang sudah matang dan semestinya sudah bisa mandiri. Namun, kenyataannya sampai hari ini, menurut Markus, banyak sebagian dari masyarakat ini masih mempersoalkan tentang perbedaan.
“Karena itu, kita berharap kegiatan ini bisa menjadi sebuah inspirasi kecil tentang semangat persatuan, kesatuan dan kebersamaan di tengah hiruk-pikuk perabadan sekarang ini,”pungkasnya.
SENIN, 17 Agustus 2015
Jurnalis : Koko Triarko
Foto : Koko Triarko
Editor : ME. Bijo Dirajo