Bayuangga Batik Khas Kota Probolinggo Jawa Timur

Proses pewarnaan batik
PROBOLINGGO — Batik merupakan warisan budaya Nusantara dan hampir di seluruh daerah di Indonesia memilikinya  dengan ciri khasnya masing-masing. Tidak terkecuali Kota Probolinggo di Jawa Timur yang memiliki ciri khas tersendiri, yaitu batik “Bayuangga”.
Agus Harianto (48) salah satu pengrajin batik Bayuangga dengan merek dagang Arumanis Batik ini menjelaskan, batik Kota Probolinggo mulai berkembang sejak tahun 2009 hingga sekarang. Berawal dari keinginan kepala daerah yang ingin memiliki batik khas Probolinggo sehingga pada bulan Mei tahun 2008 Pemkot Probolinggo memutuskan untuk mengundang guru batik untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat yang ingin belajar membatik.
Agus Harianto
“Namun karena memang di Probolinggo tidak memiliki nenek moyang pembatik sehingga setelah mengikuti pelatihan membatik, masyarakat bingung harus diapakan dan dikemanakan batik yang mereka buat,” jelasnya saat di temui Cendana News di kediamannya di jalan MT.Haryono Gang 6 No.17 Kota Probolinggo.
Sempat berhenti selama kurang lebih satu tahun, akhirnya pada tahun 2009 dirinya dan teman-teman mencoba mengajak kembali masyarakat yang pernah mengikuti pelatihan membatik untuk membuat usaha. Kemudian pada akhir 2009 meminta pelatihan lagi untuk pemantapan dan sejak saat itu batik kota Probolinggo “Bayuangga” mulai berkembang sampai sekarang.
Sesuai namanya, batik Kota Probolinggo memiliki motif khas yaitu motif Bayuangga yang diambil dari kata Bayu yang berarti angin dan Angga adalah kependekan dari nama buah Anggur dan Mangga yang juga merupakan buah unggulan dari Probolinggo.
Selain itu batik Kota Probolinggo juga memiliki motif kelautan dan gunung Bromo karena letak kota Probolinggo yang berada di dekat pesisir dan gunung Bromo.
Untuk pemasaran batiknya di dalam kota, Agus mengaku sejak tahun 2010 dirinya dan pengrajin batik lainnya dipercaya pemerintah kota untuk membuat seragam Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dan untuk order batiknya pribadi, Agus selama dua tahun ini melayani pesanan batik untuk pakaian sekolah di Kalimantan Selatan.
Menurutnya harga batiknya juga bervariasi tergantung motif dan jenis kain. Untuk batik tulis minimal harganya Rp. 175.000,- per potong dengan ukuran dua meter.
Dibantu dengan 13 orang karyawannya, Agus setiap hari memproduksi batik. Namun pengerjaan kebanyakan di kerjakan di rumah karyawannya masing-masing.
“Di sini hanya proses pewarnaan dan finishing, selebihnya di kerjakan di rumah karyawannya masing-masing,” ujarnya.
Untuk bahan malamnya kita sudah coba untuk membuatnya sendiri sedangkan kain dan pewarnanya dibeli dari Solo.
Agus mengaku, dengan melemahnya nilai Rupiah terhadap Dolar cukup mempengaruhi usahanya terutama harga kainnya yang semakin mahal sehingga mau tidak mau dirinya juga harus menaikkan harga jual kain batiknya. Meski demikian, animo masyarakat lumayan tinggi.
“Dalam sebulan rata-rata bisa memperoleh omzet sekitar Rp. 10.000.000,” ungkapnya.
Agus menerangkan bahwa tidak membutuhkan detergen khusus untuk mencuci batik karena menurutnya sebenarnya yang mempengaruhi kualitas warna batik adalah sinar matahari.
“Apapun jenis tekstil jika terlalu dipanaskan di bawah sinar matahari pasti warnanya akan memudar. Sehingga setelah batik di cuci sebaiknya di jemur di tempat yang teduh dan cukup diangin-anginkan saja,” ucapnya.
Di akhir pembicaraan Agus kemudian menjelaskan bahwa pada tahun 2012 dia bersama teman-temannya mendirikan paguyuban pembatik yaitu Kelompok IKM Batik Probolinggo Kota (KIPRO). Dengan adanya paguyuban tersebut pengrajin batik yang awalnya hanya berjumlah 11 orang kini meningkat menjadi 21 orang pengrajin batik.
ragam motif butik


SABTU, 26 September 2015
Jurnalis       : Agus Nurchaliq
Foto            : Agus Nurchaliq
Editor         : ME. Bijo Dirajo
Lihat juga...