Tamu Ketiga

Rusmin Toboali, Penulis
CERPEN — Lelaki renta lusuh itu datang ke kediaman Migrun saat senja. Lelaki setengah baya itu adalah tamu ketiga yang berkunjung kerumah Migrun. Dan entah apa yang mareka bicarakan. Yang pasti lelaki tua berbaju lusuh itu meninggalkan rumah yang terletak dipojokan Kampung saat para warga mulai menuju masjid.
” Mohon Bapak pikirkan kembali soal penolakan Bapak untuk membantu saya,” desis lelaki renta itu saat hendak meninggalkan rumah lelaki muda itu.
Dan sudah tiga senja berturut-turut, lelaki tua itu mendatangi rumah Migrun. Dan seperti biasa, lelaki berbaju lusuh itu kembali saat senja mulai menua ketika azan magrib hendak dikumandangkan untuk mengingatkan semua orang untuk bersujud kepada Sang maha Pencipta.
Dan malam itu, malam yang dipenuhi bintang genintang, Migrun berbincang dengan istrinya. Perbincangan pasangan suami istri ini mengingatkan marekaakan masa-masa romantisme saat masih berpacaran dulu. Sebuah nostalgia hidup yang masih layak untuk dikenang.
” Jadi Ayah ingin membantu bapak tua itu,” tanya istrinya.
” Sebenarnya aku enggan membeli rumah tua itu. Tapi Bapak itu memaksa aku, Bu. Dan surat-suratnya lengkap,” jawab Migrun sembari menyeruput kopi hitam buatan istrinya.
” Lantas untuk apa rumah dan kebun Bapak tua itu kalau ayah jadi membelinya,” kembali istrinya bertanya.
” Bapak itu ingin aku menjadikan rumahnya dan kebun itu sebagai masjid,” ungkap lelaki muda itu.
” Masjid,” ujar istrinya dengan diksi setengah bertanya.
“Iya,” jawab Migrun.
Malam makin merenta. Kehidupan mulai menyepi. Para warga mulai merebahkan diri diperaduan untuk menghilangkan kepenatan. Dibalik rumah tua,seorang lelaki renta masih terus berzikir dengan menggemakan ayat-ayat suci untuk religiuskan malam.
Migrun akhirnya bersedia membeli rumah milik lelaki renta itu. Lelaki muda itu seakan tak percaya bisa membeli rumah Bapak tua itu. Padahal dananya hampir tak mencukupi. Namun disaat niatnya sudah bulat dan tekadnya ingin membantu Bapak tua itu, tiba-tiba dia mendapat kabar soal kenaikan gaji dari kantornya yang membuat tabungannya tak terkuras habis untuk pembelian rumah milik Pak Tua itu.  
Dan wajah sumringah menghampiri lelaki tua itu saat Migrun datang bersama istrinya ke rumah lelaki tua itu. Bapak tua itu seolah percaya dan yakin kedatangan Migrun dan istrinya akan mewujudkan impiannya. menjadikan rumahnya sebagai masjid.
” Saya percaya dengan Bapak,maka rumah dan kebun ini saya jual untuk dijadikan masjid. Saya percaya,”ungkap lelaki tua sambil menyalami tangan Migrun berkali-kali sebagai tanda terima kasih.
” Lantas,kalau rumah ini dijual, Bapak mau tinggal dimana,” tanya Migrun.
lelaki tua itu terdiam. Hanya desis angin yang hadir seakan menjawab pertanyaan Migrun.
Usai sholat Isya,Migrun didatangi beberapa warga soal rencana pembangunan masjid. Mareka berharap banyak ada solusi dari lelaki muda yang bekerja di Kota itu. Setidaknya hubungan perkawanan Migrun lebih luas dan lebih banyak dari mareka yang tinggal di kampung.
” Dana kita masih kurang. Maka itu kami datang kesini untuk meminta solusi bagaimana baiknya agar pembangunan masjid ini terlaksana,” ujar Pak Bujang tokoh agama di Kampung.
” Bagaimana kalau rumah yang saya beli itu kita jadikan masjid. Dan kekuarangan dananya bisa kita peroleh dari penjualan kebun yang letaknya dibelakang rumah itu,” ujar Migrun memberi solusi.
” Itu ide yang bagus, pak,” ungkap warga yang hadir di rumah Migrun.
Seorang pimpinan developer menyambangi kediaman migrun saat Migrun baru saja pulang dari Kantornya. Wajah lelaki berbadan tegap itu tampak gembira, seolah-olah dirinya akan berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya dengan kedatangannya.
” Saya ingin membeli kebun Bapak. Dan saya beli dengan harga yang mahal dan sangat fantastik,” ungkap lelaki parlente itu sembari menyebut sebuah angka yang sangat besar nominal. Dan Migrun kaget. Harga yang ditawarkan Bos developer itu bukan hanya sekedar bisa untuk membangun masjid saja. 
” Iya. saya beli dengan harga yang saya sebutkan tadi,” ujar lelaki itu sambil menyerahkan uang dalam amplop coklat yang sangat tebal dan besar.
Rumah tua yang dibeli Migrun akhirnya berubah menjadi sebuah masjid yang sangat megah. Kebahagian memancar dari seluruh penghuni kampung saat pembangunan masjid itu selesai dalam tempo yang cepat. Tak kurang dari tiga bulan.
” Masjid ini sebenarnya adalah sumbangan seorang Bapak tua yang saya sendiri kurang kenal. Hanya beliau menitipkan amanah kepada saya agar rumahnya dibangun masjid,” ungkap Migrun kepada para warga Kampung.
” Siapa lelaki itu,” tanya warga dengan penuh rasa penasaran.
” Saya juga tidak mengenal secara dekat. Beliau hanya datang kerumah sebanyak tiga kali untuk menawarkan rumahnya dan kebun agar saya beli,” jelas Migrun. Semua warga terdiam. Mareka mulai menerka-nerka siapa lelaki dermawan itu. Mareka mulai bertanya-tanya siapa lelaki hebat itu.
Usai pembangunan masjid, para warga selalu melihat ada lelaki tua yang datang menyambangi masjid saat malam beranjak renta. Ya,lelaki tua itu selalu datang saat tengah malam. Beberapa warga sering kali menjumpai lelaki tua masuk ke masjid saat malam merenta. 
Senja mulai melingkupi bumi, ketika lelaki tua itu datang lembali menyambangi rumah Migrun. Rasa terkejut bercampur bahagia menghampiri wajah lelaki tua itu. tak terkecuali Migrun.
” Saya cuma mau mengucapkan terima kasih kepada adik yang telah melaksanakan amanah saya. Terima kasih,” ujar lelaki tua itu dan langsung meninggalkan rumah Migrun. lelaki muda itu cuma terdiam. Tertegun menyaksikan kepergian Bapak tua itu meninggalkan rumahnya. Mulutnya seakan terkunci untuk menanyakan sesuatu kepada lelaki tua itu. Ada rasa sesal yang mengaliri nuraninya. Setidaknya Migrun ingin bertanya dimanakah Bapak itu tinggal sekarang. Tapi kembali mulutnya terkunci. Dan Bapak tua itu telah hilang dari pandangan matanya. Yang dilihatnya hanya kesunyian jalanan. Dan beberapa warga Kampung yang mulai ramai menuju Masjid untuk bersujud kepada Sang Maha Pencipta.
MINGGU, 04 Oktober 2015
Penulis       : Rusmin Toboali
Editor         : ME. Bijo Dirajo
Lihat juga...