MINGGU, 3 JANUARI 2016
Jurnalis: Ebed De Rosary / Editor: Gani Khair / Sumber foto: Ebed De Rosary
MAUMERE – Meski kerap dilupakan pemerintah daerah Sikka, berwisata dengan berjalan melintasi jembatan bambu diselimuti hutan bakau merupakan sebuah sensasi yang tentunya tidak bisa didapatkan di tempat lain di negeri ini bahkan di belahan dunia manapun. Selain berjalan di titian bambu, pengunjung pun bisa merasakan kenikmatan memungut kerang di hutan bakau, mencari kepiting dan ikan, surfing di lautnya hingga melepas penat di pantai berpasir putih.
Pengunjung yang sedang melintasi jembatan bambu di tengah hutan bakau |
Hal ini yang menjadikan areal hutan bakau seluas 50 hektar dengan ketebalan bakau mencapai 300 meter lebih di Mageloo Ndete desa Reroroja kecamatan Magepanda ini kerap disambangi wisatawan saban minggu. Banyak juga yang memanfaatkan tempat ini untuk membuat film dan foto pre wedding.Berjarak 29,5kilometer arah barat kota Maumere, lokasi ini bisa dicapai dengan menumpang angkutan dengan biaya 15 ribu rupiah maupun sepeda motor.
Jembatan Bambu
Membangun jembatan bakau di tengah rimbunnya pohon bakau,kisah Viktor Emanuel Raiyon pemilik tempat ini kepada Cendana News yang menemuinya, Minggu ( 03/01/2015 ) seraya membawa majalah yang memuat dirinya. Membangun jembatan dilakukan saat proses pembuatan film dokumenter oleh sebuah stasiun televisi swasta di Indonesia tahun 2008 silam.
“Kami mau shooting film dokumenter tapi camera man kesulitan melakukan pengambilan gambar akibat lumpur di hutan bakau bisa capai kedalaman 30 sentimeter.Petugasnya hampir jatuh dan kami takut kalau peralatannya rusak. Akhirnya saya minta donatur untuk beli bambu dan kami kerja kelompok buat bangun ini jembatan “ jelas pria yang akrab disapa Baba Akong ini.
Jembatan bambu ini sepanjang 300 meter dan direncanakan akan ditambah lagi 50 meter.Penambahan ini sebut Raiyon dilakukan agar pengunjung tidak bersusah payah berjalan selepas lokasi pembibitan bakau miliknya.
Sepanjang rute yang dilewati, pengunjung tidak bisa melihat pemandangan sekelilingnya karena tertutup rimbunnya bakau setinggi 5 hingga 6 meter di kedua sisinya.Pegangan kayu hanya ada di bagianpangkal jembatan agar memudahkan pengunjung menanjak menaiki jembatan.
Tiang jembatan menggunakan batang bambu sementara kayu penyangga dipaku di kedua sisinya sebagai penahan.Di atasnya dipaku bilah – bilah bambu belah selebar 3 sampai 5 sentimeter.Jembatan setinggi 1,5 meter dan lebar 1 meter ini beberapa bambunya sudah mulai keropos.Baba Akong yang menemani Cendana News, terus memperingatkan agar berhati – hati.
“ Kalau bisa pemerintah Sikka bantu ganti bambunya dan tiang bawahnya dicor sedikit biar tidak cepat rusak.Sekarang banyak tiang dan bambu yang sudah lapuk.Kami terpaksa baru sektar enam bulan tarik retribusi lima ribu rupiah untuk beli bambu dan sudah gantti beberapa bagian yang rusak “ ungkap Anselina Nona isteri Raiyon.
Setelah berjalan sejauh 100 meter terdapat sebuah pondok di sebelah kiri jembatan berjarak 4 meter.Pondok seluas 6 meter persegi ini bisa dijadikan tempat beristirahat sementara untuk kembali malanjutkan perjalanan.Sementara itu pondok kedua berada di barat sejauh ± 200 meter.Pada pohon – pohon bakau yang berjejer di kiri kanan jembatan bambu tertempel tulisan nama dalam bahasa Latin dan Indonesia.
Hutan Bakau
Saat hari libur banyak pengunjung yang datang berekreasi ke tempat ini.kepada para pengunjung asal Sikka, Raiyon bersama isterinya hanya memungut biaya 5 ribu rupiah sedangkan dari luar daerah dan luar negeri dirinya mengutip lebih mahal, 20 ribu hingga 50 ribu rupiah..Uang – uang itu sebut Raiyon dipakai untuk membeli polybag untuk pembibitan bakau dan bambu.
Nama – nama bakau tertempel di setiap jenis pohon bakau sepanjang jembatan bambu untuk memudahkan pengunjung mengetahuinya |
‘ Disini ada 15 jenis bakau dan terlengkap. Bakaunya saya namakan sendiri dalam bahasa Indonesia dan ada nama latinnya juga sehingga memudahkan pengunjung mengenalnya “ ujar Raiyon.
Pengunjung juga diperbolehkan berjalan di jalan setapak masuk keluar hutan bakau, mencari ikan dan kerang.Saat musim angin kencang bulan Mei hingga Agustus, harga ikan mahal sehingga banyak penduduk dari pegunungan yang datang ke hutan bakau ini memilih kerang dan mencari ikan.Pengunjung juga bisa menatapa hutan bakau dari ketinggian menara yang terbuat dari bambu setinggi 15 meter.
“ Pemerintah bisa bantu pasang lentera atau lampu di ujung menara biar kalau ada masyarakat yang mencari ikan di hutan bakau saat malam hari tidak tersesat saat mau pulang “ tambah Mama Nona sapaan akrab Anselina Nona.
Manara pengawas di tengah hutan bakau |
Dalam hutan bakau juga ada empat kolam ikan masing – masing seluas seperempat hektar berada terpisah. Kolam ikan ini dulunya dipenuhi ikan Bandeng.Setiap tamu dari luar daerah yang berkunjung ke tempat ini sebut Baba Akong, dirinya bersama isteri biasa menyuguhkan ikan Bandeng untuk disantap.
Tapi saat ini kolam tersebut sudah tidak dipenuhi Bandeng lagi.Selepas dirinya terkena serangan jantung tahun 2005, Baba Akong tidak memperhatikan kolam tersebut sehingga kolamnya jebol.Jika ada bantuan dana, dirinya akan memelihara ikan lagi agar bisa disuguhkan bagi para wisatawan sebab menurutnya ikan di kolam tersebut lebih enak dan gurih dan bisa dipanen setelah Bandeng berumur 6 bulan.
Wisata Alam
Mimpi Raiyon dan isterinya, bukan saja menghutankan pesisir Mageloo dan Ndete dengan bakau saja, tapi menjadikan daerah ini sebagai tempat wisata alam.Saat ada relawan dari Inggris dan berkunjung ke tempat ini,urai Raiyon mereka sudah survey semua, mereka bilang di Ndete ini akan dijadikan pusat wisata alam,dan mereka akan datang kesini semua karena mereka ingin ke alam yang sebenranya yang ada oksigennya.
Pondok sebagai tempat istirahat di tepi jembatan bambu di tengah hutan bakau |
“ Mereka juga cek ke laut,ternyata terumbu karangnya masih bagus dan airnya jernih. Mereka bilang bagus buat snorkeling dan diving dan kalau dijadikan wisata alam sangat bagus karena tempatnya juga sehat “ katanya.
Maria Parera. Warga Maumere yang ditemui Cendana News sedang memanjat menara pengawas menyatakan sangat senang bisa menikmati wisata alam ini. Meski cuaca panas, ujar Maria pengujung yang berjalan di jembatan bambu tidak kepanasan karena tertutup rimbunan bakau.
Viktor Emanuel Raiyon bersama sang isteri Anselina Nona |
“Kalau dibangun dua atau tida jembatan lagi dengan arah berbeda tentunya sangat menyenangkan bisa keliling seluruh areal hutan bakau. Tempatnya bagus ada sensasi tersendiri saat melinatsi jembatan bambu lagipula biayanya Cuma lima ribu rupiah saja “ sebut Maria.
Kegigihan Raiyon menularkan ilmu kepada anak sekolah, guru besar, peneliti dan kesabarannya mempraktekannya dengan menghutankan kawasan pantai di dusunnya seluas 50 hektar dan ratusan hektar pesisir pantai utara Flores dan Indonesia,membuahkan Kalpataru tahun 2009 untuk kategori Perintis Lingkungan.
Penghargaan Eagle Award tahun 2008 yang diselenggarakan salah satu stasiun TV swasta pun digenggamnya lewat film dokumenter berjudul “ Prahara Tsunami Bertabur Bakau ”.Dalam perlombaan ini dirinya menyisihkan 256 peserta dari berbagai daerah di Indonesia.
Selain itu,dari 80 peserta, dirinya terpilih mendapatkan penghargaan Kick Andy Heroes untuk kategori lingkungan di tahun 2009, penghargaan dari Bupati Sikka Paulus Moa tahun 2000 dan gubenur NTT Piet A Tallo yang berkaitan dengan perintis lingkungan hidup.