JUMAT, 05 FEBRUARI 2016
Penulis: Samad Vanath Sallatalohy / Editor : ME. Bijo Dirajo
CATATAN JURNALIS — Dahulu kala, orang Persia, Mesopotamia, dan Mesir menyebutkan adanya negeri dari timur yang sangat kaya dan merupakan tanah surga. Ini menggambarkan betapa kayanya daerah tersebut dan masih berlaku hingga sekarang, ini dibuktikan dengan adanya Minyak dan Gas (Migas) abadi di Blok Masela Kabupaten Maluku Barat Daya – Maluku Tenggara Barat (MBD-MTB) hingga emas Gunung Botak di Kabupaten Buru Provinsi Maluku.
Kekayaan yang milik Nusantara tersebut saat ini tengah menjadi incaran dari para cukong kelas kakap untuk dikeruk. Namun apakah rakyat Indonesia umumnya, Maluku khususnya dapat ikut merasakan kekayaan alam tersebut. Mengingat Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memiliki kewenangan soal pengelolaan ladang Migas Blok Masela dan Tambang Emas Gunung Botak dan elit birkorat maupun legislasi di Provinsi Maluku terkesan tidak sejalan dengan ketentuan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Mereka tampak bahu-membahu mencari dan mendatangkan para investor guna mengelola Migas Blok Masela dan emas Gunung Botak. Migas Blok Masela dan emas Gunung Botak kini bak ‘surga’ di Maluku.
Ditengah pencarian tersebut, Daerah yang belum mendapat kepastian dari Pemerintah Pusat tentang PI 10 persen sebagai hak atau jatah Maluku selaku pemilik Migas Blok Masela, harus dihadapkan pada masalah baru. Soal pembangunan kilang yang sampai saat ini masih menuai perdebatan panjang tanpa koma.
Satu pihak menginginkan pembangunan kilang terapung di laut. Sebaliknya, pihak satunya, condong atau menginginkan kilang Blok Masela harus dibangun di darat. Soal hitung-hitungan produksi pun masing-masing pihak membeberkan data.
Pihak Dinas ESDM Maluku memiliki peran vital utamanya mendudukkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di NKRI yaitu, Undang Undang No 4 Tahun 2009 tentang Minerba.
Sayangnya, ESDM Provinsi Maluku bak kehilangan rohnya. Janji PI 10 persen dari Pemerintah Pusat hingga kini mengambang dengan aneka alasan. Presure atau lobi pemerintah daerah pun juga belum diketahui kemana alurnya.
Sedangkan, Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) emas Gunung Botak Kabupaten Buru tergesa-gesa ditutup dengan dalih untuk ditatakelola secara profesional. Namun yang terjadi hanya menuai perdebatan panjang.
Pemerintah Daerah Provinsi Maluku dalam hal ini Gubernur antara mengetahui substansi persoalan atau sebaliknya pura-pura tidak tahu. Pemda Maluku berjalan bak perahu tanpa nahkoda terapung dipukul ombak tanpa tujuan pasti harus menepi ke dermaga mana.
Perut bumi dikuasai oleh negara. Iya, Migas Blok Masela dan emas Gunung Botak wajib dikelola Negara secara profesional demi kemaslahatan rakyat Maluku khususnya, dan Indonesia umumnya. Bukan sebaliknya menyejahterakan atau menguntungkan para cukong yang berjubah kapitalistic termasuk para elit lokal di Provinsi yang kental dengan budaya Pela dan Gandongnya tersebut.
Samad Vanath Sallatalohy
Jurnalis Cendana News
Wilayah Maluku
|