Moratorium PHK Ribuan ABK, Apa Solusi Menteri KP?

SABTU 21 MEI 2016

CATATAN JURNALIS—Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti masih punya pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. 

Ilustrasi : Henk Widi

Apa itu? Moratorium yang diberlakukan sang menteri, di Maluku khususnya, telah menyumbangkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 2000 orang Anak Buah Kapal (ABK). Mereka kini sudah kehilangan pekerjaan alias menganggur.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Maluku nampaknya pun sedang dangkal ide bahkan linglung belum dapat menjembatani ribuan ABK yang kehilangan pekerjaan tersebut. Belum ada solusi dari pemerintah kapan dua ribu lebih ABK itu bisa bekerja kembali guna kelangsungan hidup mereka.
Baru-baru ini, anggota Komisi IX DPR-RI ketika melakukan kunjungan kerja di Ambon kaget mendengarkan angka PHK para Anak Buah Kapal (ABK) di Perusahaan Perikanan di Ambon mencapai dua ribu orang lebih.
Okki Asokawati dari Partai Persatuan Pembangunan, juga kaget setelah menerima dari salah satu staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Maluku, pihaknya menangani kasus perselisihan kerja di bidang perikanan pasca moratorium Menteri KP Susi Pudjiastuti pada 4 November 2014 lalu mencapai dua ribu lebih ABK.
Rombongan Komisi IX dipimpin oleh M Ali Taher kala itu sempat menggelar rapat bersama sejumlah pelaku usaha perikanan pelabuhan Perikanan Tanuti Ambon, atas dampak moratorium Menteri KP tersebut.
Moratorium menteri KP itu sudah tentu menambah angka pengangguran di Ambon dan Maluku umumnya. Dimana sebelumnya 2000 lebih karyawan atau ABK tersebut bekerja di kapal dan pelabuhan perikanan.
Alfred Betaubun Direktur PT Mabiru Group mengungkapkan total keseluruhan ABK yang di-PHK seribu orang lebih dan ini dilakukan karena terpaksa, pasca pemberlakuan moratorium.
Salah satu pengusaha pribumi di bidang perikanan juga menyatakan moratorium menteri KP bisa dipatuhi oleh para pengusaha perikanan seperti tidak boleh memakai alat tangkap jenis TRAWL. Kemudian tidak boleh menggunakan ABK asing. 

Tapi, yang perlu garis bawahi adalah larangan berlayar untuk kapal ikan eks asing itu yang harus ditinjau kembali, karena hampir semua perusahaan perikanan tangkap di Maluku menggunakan kapal ikan eks asing. Pasalnya, kapal ikan eks asing banyak keunggulan dibanding kapal ikan dalam negeri yang berbahan dasar kayu.

Alasan utama dilakukan PHK karena tidak ada lagi aktivitas penangkapan ikan karena armada kapal dilarang berlayar akibat moratorium.
Itje, salah satu pimpinan cabang perusahaan perikanan mengungkapkan pada dasarnya semua pelaku usaha tidak akan alergi terhadap regulasi yang dikeluarkan. Tapi sebelum regulasi diterbitkan perlu disosialisasikan lebih awal hingga ke tingkat bawah. Buktinya, hasil analisa dan evaluasi yang dilakukan oleh Menteri KP sebelum moratorium tidak pernah disampaikan secara transparan.

Seharusnya ada perbaikan sistem tata kelola bukan cuma dengan cara mematikan para pelaku usaha perikanan.

Disamping itu, regulasi tidak dibarengi dengan kebijakan secara langsung larangan berlayar bagi kapal eks kapal asing langsung diberlakukan. Perlu dilakukan bertahap sehingga semua yang terkait di bidang usaha perikanan tidak kaget, sebab tiba-tiba harus kehilangan pekerjaan pasca adanya moratorium apalagi para ABK.
Di Maluku tercatat angka PHK tertinggi pada PT Sinar Abadi Cemerlang (SAC), sebanyak 672 orang ABK, karena tidak beraktivitasnya 17 unit kapal yang merupakan eks asing. Kemudian PT S dan T Mitra Mina Industri dimana total 260 ABK juga menjadi korban PHK.
Hemat saya, moratorium oke sajalah, tapi pemerintah dalam hal ini Menteri Susi Pudjiastuti harus punya solusi lebih awal kepada rakyat agar tidak kehilangan lapangan pekerjaan. Faktanya, rakyat menjadi tumbal atas pemberlakuan moratorium tersebut.
Samad Vanath Sallatalohy

Jurnalis Cendana News
Wilayah Maluku

Lihat juga...