MINGGU, 19 JUNI 2016
LIPUTAN KHUSUS — Road Show bedah buku ayat-ayat yang disembelih ke Masjid Al Azmi, Magetan, Jawa Timur, kali ini menyasar aktivis masjid. Ratusan aktivis masjid yang datang dalam bedah buku inipun menjadi tongkat estafet bagi kedua penulis untuk memerangi dan menangkal bahaya komunis yang tengah gencar di Indonesia.
Sebelum dilaksanakan bedah buku ayat-ayat yang disembelih, para aktivis masjid dan organisasi masyarakat islam di Magetan ini sempat nonton bareng (Nobar) film G 30 S PKI, dokumenter pengangkatan korban keganasan PKI selama 1948-1965. Sejumlah adegan nampak dengan bengis PKI menyiksa dan mengubur hidup-hidup korban penyiksaan, baik dari TNI maupun warga sipil.
Bedah buku ini juga dihadiri puluhan aktivis perempuan yang konsen akan bahaya laten komunis. “Dari Masjidlah yang bisa menangkal paham komunis, selain tugas utama dari TNI Polri,” papar Thawaf kepada peserta bedah buku, Minggu siang (19/6/16).
Keberadaan aktivis masjid, lanjut Thawaf, sangat penting karena berada di tengah-tengah masyarakat dan bisa memantau langsung. Aktivis masjid yang rata-rata usianya masih muda diharapkan dapat menjadi contoh, sekaligus benteng bagi anak muda lain yang saat ini justru banyak yang salah informasi sehingga menganggap PKI bukan musuh yang harus diperangi.
Penulis Buku asli Klaten, Jawa Tengah itu juga meminta aktivis masjid atau siapapun yang mengetahui gerak-gerik ataupun penyebaran paham akan adanya PKI dapat melaporkannya kepada aparat kepolisian. “Kalau tidak bisa menggunakan Tap MPR atau UUD 45, setidaknya kita punya Undang-undang Nomor 27 Tahun 1999, yang isinya pelarangan ajaran (paham) atau segala bentuk yang berkaitan dengan komunisme,” tekannya.
Sementara itu, saksi sejarah keganasan PKI, Mohammad Said menyebut, kondisi Bangsa Indonesia saat ini tengah “sakit”. Sebab Indonesia tengah dirundung idiologi seperti “dasamuka” (PKI), secara harfiah PKI telah mati tapi idiologinya masih hidup sampai sekarang. “Sejak 65, 67, PKI sebenarnya mulai bangkit lagi pada 1998. Kita sudah berupaya melakukan perlawanan namun idiologi komunis ini terus hidup dan berkembang pesat,” imbuh Ketua DPD Ormas Gerakan Bela Negara Magetan tersebut.
Tumbuh kembangnya ideologi PKI ini terlihat dengan muncul konggres Komunis Indonesia yang dihadiri 12 Provinsi se Indonesia pada 2003, di Magetan. Beruntung belum juga mulai, kongres yang tidak mempunyai ijin tersebut dapat digagalkan oleh aparat negara.
Menurut Said, PKI dalam menyebarkan pahamnya sering kali bohong dan cerdik. Ada satu slogan atau semacam tageline yang terus menerus didengungkan PKI hingga ke anak cucunya. Yakni budaya bohong yang terus menerus disampaikan kepada khalayak.
“Ada satu slogan yang terus menerus dikatakan PKI, yakni kebohongan itu kamu sampaikan berkali-kali sehingga kebohongan itu tampak seperti kebenaran,” pungkasnya.
Pria yang sempat menjadi saksi akan kebiadaban PKI itu meminta agar anak bangsa diingatkan lagi akan sejarah pahit 1948. Luka sejarah nan kelam tersebut dapat menjadi motivasi dan pelajaran kepada generasi anak bangsa agar mengetahui kekejaman PKI dan tidak mudah terjebak dengan tipu muslihat PKI. (Harun Alrosid)