Sholawat Pedih Jumat Putih, Rakyat Menagih, Aparat Jangan Tebang Pilih

MINGGU, 13 NOVEMBER 2016

CATATAN KHUSUS—Segala puji bagi Allah Yang Maha Mengatur segalanya (Al-Muhaimin), dan telah mengijinkan lebih dari dua juta umat Indonesia melantunkan puluhan juta Sholawat yang disenandungkan di depan gedung Istana Negara, pada Jumat, 4 November 2016 lalu. Siapa pun akan bergetar ketika lebih dari duta juta insan pengunjuk rasa menggemakan Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Lantunan Sholawat pada hari itu terasa pedih dan menyayat. Semua umat berangkat karena sebuah ayat telah dinista atau dihujat. Semua tempat di sekitar Istana Rakyat, tampak putih pekat. 


Tudingan Aksi Ditunggangi Teroris Telah Terkikis
Atas ijin Allah Yang Maha Lembut (Al-Lathiif), unjuk rasa bisa berjalan dengan damai. Meskipun di menit akhir, ada provokator yang sengaja membuat kerusuhan dan menyerang para aparat keamanan. Tapi, penyerangan itu hanya mengakibatkan luka dan kerugian material saja. Istana Rakyat tetap aman dan utuh, tak kurang suatu apa. Tidak ada bom yang meledak seperti Bom Bali. Tidak terjadi saling bunuh dan pecah perang seperti yang terjadi di Suriah. Jika aksi 411 kemarin ditunggangi oleh berbagai gerakan teroris, pasti ada yang melakukan bom bunuh diri atau membawa bom daya ledak tinggi seperti peristiwa bom JW Marriot dan peristiwa mengerikan lainnya. 
Maka, Atas ijin Allah Yang Maha Menjaga dan Memelihara (Al-Haafidz), seluruh prasangka buruk sekaligus drama kekhawatiran yang mengatakan, Aksi 411 akan menjadi pemicu Mega Terorisme dan hancurnya Indonesia, telah tidak terbukti. Tudingan bahwa Islam itu teroris biang kekerasan perang, telah kandas dan menjadi isapan jempol belaka. Mata dunia Internasional terbelalak, ternyata Islam dalam 411 merupakan agama yang damai sentosa. Tudingan pengamat terorisme Sidney Jones bahwa Aksi 411 diprediksi akan ditunggangi ISIS, tidak terjadi. Kekhawatiran Ketua PBNU Said Aqil Siradj dan Yenny Wahid, Indonesia bisa menjadi seperti Suriah, telah jauh panggang dari api.    
Lantunan Sholawat Pengunjuk Rasa Bertabur Syafa’at Nabi Muhammad 
Sebaliknya, pada Aksi 411, lantunan sholawat yang merindukan Syafaat Nabi Muhammad, justru membahana ke seluruh angkasa. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam dengan 99 asma-Nya yang indah. Sebagai Dzat Yang Maha Pengasih (Al-Rohman) dan Penyayang (Al-Rohim), Allah telah mengutus Rasul terakhir Muhammad, pada satu setengah millennia lalu. Tapi, ternyata, jarak waktu panjang itu, tak menghalangi gelombang kekuatan spiritual Muhammad hadir bersama para pengunjuk rasa, melalui lantunan Sholawat. 
Meskipun para polisi dan tentara menghadang dengan tameng maupun barakuda bersama puluhan ribu personel keamanan, tak ada yang bisa menghalangi desakan gelombang besar lantunan Sholawat. Semua kekuatan penjaga istana tak bisa menghalangi pantulan frekuensi suara Sholawat yang merayapi seluruh dinding, lantai, dan menggedor seluruh pintu istana Negara Indonesia di Jalan Merdeka Utara, Jakarta. Apalagi, dengan bantuan berbagai liputan televisi, lantunan Sholawat itu telah bergema di seluruh telinga rakyat Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, dari Timor hingga ke Talaud. 
Polisi dan Tentara Juga Bersholawat
Segala puji bagi Allah yang Maha Menentukan (Al-Qoodir), memperkenankan datangnya kiriman banjir bandang Sholawat atas nama Nabi Muhammad di wilayah Istana Negara. Seluruh pasukan polisi maupun tentara yang muslim pun, secara serentak melantunkan Sholawat dan Asmaul Husna (99 nama Allah). Semua bersholawat kepada Rasulullah SAW, berdzikir kepada Allah, tanpa kecuali. Semua hati disergap cahaya spiritual sang Nabi kekasih Ilahi.   
Segala puji agung bagi Allah yang Maha Mengumpulkan (Al-Jaami’), telah menggerakkan seluruh hati dan mulut yang berkumpul di istana Negara untuk menghadirkan berbagai Sholawat, memohon Syafa’at kanjeng Nabi Muhammad. Mereka semata menaati firman Allah yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 56, yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” 
Dengan berkaca pada ayat 56 surat Al-Ahzab, para pengunjuk rasa 411 melantunkan Sholawat kepada Muhammad SAW, bersama Allah dan seluruh Malaikat. Sebagai mahluk yang berahlak paling mulia di alam semesta, Allah dan seluruh malaikat senantiasa bersholawat kepada Nabi Muhammad. Sehingga, pada hari itu, saya sangat yakin, gedung istana Negara mendapatkan berkah Syafaat yang sangat besar dari Nabi Muhammad. Sayangnya, yang berkesempatan mendapatkan banjir lantunan merdu Sholawat itu hanya Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai penerima perwakilan para ulama. Sementara, Presiden Jokowi malah tidak ada di Istana Negara dan memilih hadir di berbagai tempat lainnya.  

Istana Rakyat yang Dipimpin Jokowi-JK, Basah Kuyup Banjir Sholawat
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pemberi Kebajikan (Al-Barru), telah memberi anugerah kepada periode pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, kiriman banjir bandang Sholawat sejak pagi hingga malam, pada 4 November 2016. Sungguh sulit dan memakan biaya sangat besar, jika di lain hari, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengadakan acara Kasidah Barzanji di depan istana (sebagaimana yang biasa dilakukan umat Nahdlatul Ulama di malam Jumat) dan mengumpulkan dua juta umat muslim untuk melantunkan Sholawat. 
Atas ijin Allah Yang Maha Penyantun (Al-Khaliim) apakah kita semua boleh menyebut, pemerintahan ini adalah pemerintahan yang mendapat santunan Allah atas taburan Syafa’at Rasulullah? Karena tidak ada satu pun Presiden di Indonesia, kecuali Presiden Jokowi, yang mendapat gelombang pengunjuk rasa hingga dua juta jiwa lebih, serta mendapat bonus puluhan juta lantunan Sholawat mengalir, membasahi seluruh ruangan istana. Tapi, sayangnya, yang basah kuyup oleh Sholawat di dalam Istana Negara hanya Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama para aparat yang bertugas pada hari itu. 
Segala puji bagi Allah Yang Maha Menyesatkan dan Menghinakan mahluknya (Al-Mudzil), sehingga lidah Ahok tersesat mengucap kata “Dibohongi Al-Maidah 51, macem-macem itu”. Sehingga, paska peristiwa 411, barangkali atas kehendak Allah Yang Maha Menyempitkan (Al-Qoobidhl), ruang gerak Ahok menjadi sempit ketika melakukan kampanye di berbagai tempat. Berkali-kali, dengan kawalan 800 personel kepolisian, Ahok diboikot dan ditolak oleh para warga yang didatangi Ahok untuk kampanye. Bahkan, RT dan RW di Jakarta yang acuh tak acuh dan tak mau salaman ketika disambangi Ahok. 
Sholawat Badar Diciptakan untuk Melawan Fitnah dan Penistaan Agama oleh PKI 
Atas ijin Allah yang Maha Membangkitkan (Al-Ba’its), Sholawat Badar (sholawat Badriyah) menjadi pilihan utama bagi para pengunjuk rasa 411. Dalam sejarahnya, Sholawat Badar adalah syair Sholawat yang diciptakan oleh seorang Ulama Banyuwangi bernama KH Ali Mansur Siddiq, pada September 1962. Sholawat ini terinspirasi dari sebuah Kitab berjudul “MANDZUMAH AHLUL BADAR ALMUSAMAH JALIYATUL KADAR FII FADOIL AHLUL BADAR” yang di susun oleh AL IMAM ASSAYYID JA’FAR ALBARJANZI.
Sejak awal, karya Sholawat Badar ini ditulis oleh Kyai ‘Ali Manshur, diniatkan sebagai sarana bermunajat memohon bantuan Allah SWT. Karena, saat itu, umat Islam Indonesia terus menerus diserang fitnah dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Saat itu, Kyai ‘Ali juga menjadi incaran fitnah dan target pembunuhan PKI, karena menjabat Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi dan menjadi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama. Keadaan politik saat itu, PKI merajalela membunuh umat dan ulama Islam.
Sholawat Badar VS Genjer-Genjer
Pada suatu pagi September yang temaram itu, untuk pertama kalinya, alunan Sholawat Badar didengar oleh para Habaib dengan penuh kekhusyuan, sampai seluruh yang hadir di rumah Kyai Ali meneteskan air mata karena terharu. Setelah selesai bersenandung Sholawat Badar, Habib Ali meminta kepada seluruh umat Islam di Indonesia, agar Sholawat Badar tersebut di jadikan munajat untuk melawan fitnah-fitnah Partai Komunis Indonesia (PKI) kepada umat Islam, pada masa akhir periode kepemimpinan Presiden Soekarno. 
Sejak tanggal itu, Sholawat Badar menjadi Masyhur tersebar luas, dan selalu dibaca di awal Majlisnya Habib Ali Al-Habsyi Kwitang, Jakarta Pusat. Dengan sangat lugas, Kyai Ali Manshur dan Habib Ali Kwitang berpesan kepada seluruh umat Islam, “Wahai sahabat Islam semua, marilah kita lawan PKI yang terus menggaungkan lagu Genjer Genjer, dengan kita menggelorakan Sholawat Badar dalam semua perjuangan kita dalam Islam, sampai kapan pun”.

Lantunan Sholawat Badar di Istana, Paska Putusan Abal-Abal IPT’65
Atas nama Allah Yang Maha Ghaib dan Rahasia (Al-Baathiin), peristiwa lantunan Sholawat Badar di depan Istana Negara, adalah rahasia Allah. Kita hanya bisa menebak-nebak dan bertanya, kenapa Sholawat Badar yang diniatkan untuk melawan gerakan PKI 1965, tiba-tiba bergema dengan keras di jantung politik Indonesia? 
Kenapa Sholawat Badar kembali menggelegar, di tengah gejolak gerakan International People Tribunal (IPT) ‘65 tahun ini, sebuah gerakan yang mengatasnamakan Hak Asasi Manusia (HAM) membela para keluarga Komunis dalam Simposium di Hotel Arya Duta pada 18 April 2016 lalu? Entahlah. Tapi, begitu kentara dalam situasi saat ini, siapa pun yang curiga dengan munculnya Gerakan Komunis Gaya Baru, langsung dituduh sebagai sok Pancasilais, anti Hak Asasi Manusia, dan antek Orde Baru.  
Terkabulnya Doa Para Ulama Bersama Umat, Ketika Teraniaya
Selain hal itu, Atas ijin Allah Yang Maha Mengabulkan (Al-Mujiib), seluruh umat Islam harus bangga sekaligus optimis, ketika para Ulama dan Habaib dari berbagai penjuru negeri ditembaki dengan gas air mata hingga tumbang dan merasa teraniaya. Meskipun, para polisi juga banyak yang menjadi korban dari anarkisme para perusuh. Peristiwa penembakan gas air mata dan beberapa tembakan peluru karet itu terjadi saat para Ulama sedang khusyuk berdoa agar hukum Allah segera ditegakkan di Nusantara. Padahal, Al-Quran dan Al-Hadits menyebut, doa orang yang teraniaya dijamin dikabulkan oleh Allah SWT. 
Barangkali, ketika para Ulama tumbang, sakit, bahkan ada yang meninggal, sebenarnya para Ulama justru semakin bersemangat dan yakin atas terkabulnya doa dalam perjuangannya menangkap Ahok. Sebagaimana Firman Allah yang berbunyi, “Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan, apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan, dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi?. Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)?.Amat sedikitlah kamu mengingat-ingat(-Nya).” – (QS.27:62)
Sedangkan dalam Al-Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar, Rasulullah pernah bersabda, “Hendaklah kamu waspada terhadap doa orang dizalimi. Sesungguhnya doa itu akan naik ke langit amat pantas seumpama api marak ke udara.” (Hadis riwayat Hakim – sanad sahih).
Selain Ibnu Umar, Abu Hurairah RA juga merirayatkan, Rasulullah SAW pernah bersabda: “Ada tiga doa mustajab (dikabulkan) yang tidak ada keraguan di dalamnya, yaitu: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa buruk orang tua kepada anaknya.” (HR Abu Daud dan al-Tirmizi. al-Tirmizi berkata: Hadis hasan).
Di sisi lain, kita semua tidak ingin ada doa yang berakibat tidak baik atas negeri ini menjadi terkabul. Sehingga, atas nama Allah Yang Maha Adil (Al-‘Adl), gelar perkara yang akan diselenggarakan oleh Mabes POLRI pada pertengahan November 2016 ini, akan berpegang pada asas hukum keadilan yang seadil-adilnya, tanpa tebang pilih. Bagaimanapun, keputusan Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat yang merupakan kumpulan dari seluruh Ulama di Indonesia telah menyatakan, Ahok telah melakukan penistaan agama dengan menyebut “dibohongi pakai Al-Maidah 51”. 
Ketika ada pihak yang merasa diperlakukan tidak adil atas keputusan gelar perkara Mabes POLRI, sangat dikhawatirkan, akan terjadi gelombang massa yang lebih besar lagi. Ketika jumlah massa meningkat menjadi dua hingga tiga kali lipat dari kemarin, keamanan menjadi sangat genting dan tidak terkendali. Potensi untuk ditunggangi massa yang ingin membuat kerusuhan lebih ganas, akan semakin membesar. 
Satu hal saja yang bisa dipastikan, ketika nanti ada gelombang massa Aksi Bela Islam jilid 3. Mereka tidak akan lupa untuk melantunkan dengan lantang Sholawat Badar ciptaan Kyai Ali Manshur, sebuah untaian munajat kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Lantunan Sholawat memang dibunakan untuk melawan dan menghancurkan Partai Komunis Indonesia (PKI) bersama lagu genjer-genjernya. 
Entah kenapa, ketika membahas Sholawat, saya teringat Cak Emha Ainun Nadjib dengan Kyai Kanjeng dan gerakan Ma’iyahnya yang juga tak pernah berhenti ber-Sholawat ke mana-mana. Andaikan ada lima juta massa melantunkan Sholawat Badar, tentu akan terlantun dalam sehari puluhan juta Sholawat Badar, atau bahkan ratusan juta Sholawat Badar. Atau lebih jauh, apakah langit akan ikut berguncang, ketika lebih dari 100 juta umat Islam di seluruh daerah Indonesia, secara serentak melantunkan Sholawat Badar terus menerus dalam sehari semalam, ketika aksi unjuk rasa kembali terjadi di depan Istana Negara? Ketika itu terjadi, jangan-jangan, keharuman Ahlak Rasulullah, diam-diam semerbak dalam hati seluruh rakyat Indonesia. Dan Istana Negara akan penuh semerbak aroma wangi Sholawat Nabi. 

Penulis : Thowaf Zuharon

Penulis Buku Ayat-Ayat yang Disembelih. Sempat mempelajari Sosial Psikiatri di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Penyuka Wayang dan Pengamat Sosial Politik Partikelir. Thowaf Zuharon berumah di facebook.com/thowafzuharon.
Editor : Sari Puspita Ayu

Lihat juga...