Ia mencontohkan hal sama seperti yang dikatakan Arist Merdeka Sirait, beberapa bulan lalu di Bintuni dan Sorong membuktikan kasus-kasus ini muncul dan banyak terjadi tapi jarang di-publish, karena seringkali diselesaikan secara kekeluargaan. Menurutnya, penyelesaian secara keluarga, karena mereka menganggap hal tersebut aib atau memalukan keluarga mereka.
“Ini perlu disikapi dengan baik, kasus pelecehan seksual harus ada proses hukum yang terjadi dan juga perlu ada pendampingan kepada korban kekerasan seksual,” ujarnya.
Saat ini provinsi Papua Barat dihadapkan kasus Geng Rape, kata Fakdawer, kemarin Kamis (02/03/2017) terjadi kasus pelecehan seksual dari tiga orang pemuda terhadap anak perempuan berusia 14 tahun. Fenomena kasus Geng Rape ini meningkat secara drastis dalam tiga tahun terakhir, menurutnya ini perlu disikapi agar jangan terjadi lagi kepada anak-anak di bawah umur.
“Selain pengaruh lingkungan, juga ada pengaruh dari penggunaan Informasi Teknologi (IT) yang seharusnya tak diakses oleh anak-anak, saat ini banyak sekali yang bisa diakses konten-konten pornografi,” ujarnya.
Lembaga-lembaga ini meminta kepada seluruh orang tua yang ada di seluruh pelosok Indonesia agar tetap mengawasi anak-anak, selain mengawasi orang tua juga diminta untuk memberikan dukungan moral dan membangun iman seorang anak sejak dini. Karena menurut lembaga perlindungan anak, semua institusi pemerintah, para tokoh agama, adat, pemuda dan masyarakat harus bersinergi untuk membangun komunikasi soal kekerasan seksual terhadap anak ini.
Jurnalis: Indrayadi T Hatta / Editor: Satmoko / Foto: Indrayadi T Hatta