Lindungi Perempuan dari Kekerasan

SELASA, 7 MARET 2017

JAYAPURA — Kekerasan terhadap perempuan di Papua dan Papua Barat jauh lebih tinggi bila dibandingka dari rata-rata laporan tingkat global yakni 30 persen. Nah, bagaimana responden perempuan Papua dan Papua Barat yang telah disurvei dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)? Ikuti penelusuran Cendana News di bawah ini.

Perempuan Papua saat beraktivitas membakar batu.

Survei Kekerasan Berbasis Gender (KBG) tahun 2016, sembilan puluh persen dari 30 persen laporan KBG kepada United Nations Development Programme (UNDP) alami kekerasan fisik oleh pasangannya. Sementara responden laki-laki dalam survei tersebut mengaku, motivasi melakukan kekerasan tersebut sebanyak 70 persen tersebab hak seksual merupakan faktor utama.

Studi ini juga menemukan bahwa 52 persen gadis remaja cenderung sudah mengalami setidaknya satu bentuk kekerasan fisik atau seksual sebelum usia 20 tahun. Sepertiga dari wanita dan anak perempuan yang membutuhkan perawatan medis akibat luka-luka, hingga kini tak mendapatkan perawatan medisnya.

Pada umumnya, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual maupun lainnya dari 100 persen, faktanya hanya 10 persen yang berani melaporkan ke LSM maupun institusi hukum seperti kepolisian daerah, resort maupun sektor.

Napoleon Fakdawer, aktivis perempuan dan anak di Manokwari, Papua Barat.

“Persentase yang mampu melaporkan dan tak merasa itu adalah aib keluarga, hanya 10 persen yang mau melaporkan ke publik maupun ke pihak kepolisian, sedangkan sisanya 90 persen tak mau lapor, karena mereka anggap itu aib,” kata Napoleon Fakdawer, aktivis perempuan dan anak di Manokwari, Papua Barat beberapa waktu lalu kepada Cendana News dari ujung selulernya.

Lihat juga...