Dirinya selaku aktivis menawarkan program yang dapat mengakhiri kekerasan terhadap anak, program tersebut diberi nama program Membangun Gerakan Perlindungan Anak Sekampung di Tanah Papua.
“Program ini diintegrasikan dengan program pedesaan melalui UU pedesaan. Sistem kekerabatan perlindungam anak dan antar suku yang ada, sudah pasti melekat dalam budaya orang Papua, dihidupkan kembali. Pemerintah harus hadir dalam pemberdayaan masyarakat,” tuturnya.
Ia juga meminta kepada seluruh gubernur di Indonesia, secara khusus di Provinsi Papua yang dalam waktu dekat Komnas PA mempunyai perpanjangan tangan pelaksana tugas dan fungsi keorganisasian dari Perkumpulan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Pusat di bidang perlindungan anak di Indonesia memprakarsai dan mendorong masyarakat untuk mendirikan LPA di Provinsi Papua dan kabupaten/kota pada wilayah hukum Papua.
“Saya meminta Gubernur Papua mengukuhkannya sebagai lembaga mitra pemerintah dalam memberikan perlindungan anak,” pinta pria pemilik Yayasan Komite Pendidikan Anak Kreatif (Kompak) Indonesia.
LPA di Papua dan di kabupaten/kota yang didirikan nanti, pengurusnya diharapkan hadir dari berbagai latar bekakang seperti aktivis pegiat perlindungan anak, pekerja hukum, akademisi, jurnalis, anggota dewan non pengurus partai, PNS dan atau dunia usaha.
“Untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak di Papua Barat, KPA segera mendorong kerjasama dengan pemerintah provinsi Papua Barat yang terpilih untuk mencanangkan Pembangunan Gerakan Nasional Perlindungan Anak Sekampung di Papua Barat,” ujarnya.
Dengan adanya pembangunan gerakan nasional anak sekampung ini, menurut dia warga kampung dapat terdorong untuk saling peduli, menjaga dan melindungi anak-anak yang ada di masing-masing kampung bahkan di tingkat kota.