Tertarik Budaya Jawa, Warga Spanyol Ikut Lomba Jemparingan

MINGGU, 5 MARET 2017

YOGYAKARTA — Di tengah cuaca terik di Lapangan Kridosono Kota Yogyakarta, ratusan pemanah nampak duduk tenang bersila. Mengenakan baju adat tradisional Jawa, mereka memegang ujung anak panah pada sebuah busur kayu yang direntangkan. Begitu bende dibunyikan, secara bersama mereka melepaskan anak panah itu ke sebuah sasaran berupa bandul dari jarak sekitar 35 meter. 

Miguel, warga Spanyol ikut lomba jemparingan

Ada yang mengenai sasaran hanya dalam beberapa kali panahan, namun banyak yang tak mengenai sasaran, meski telah mencoba berkali-kali. Itulah gambaran suasana lomba jemparingan mataraman tingkat nasional Paku Alam Cup 2017 yang digelar dalam rangka peringatan ke 205 tahun berdirinya Kadipaten Paku Alaman ke 205, Minggu (5/3/2017), siang.
Baca Juga:
Kukuhkan Ketahanan Budaya, Paku Alaman Gelar Lomba Jemparingan
“Memang sangat sulit bisa mengenai sasaran berupa bandul yang hanya berukuran sekitar dua setengah kali dua puluh centi meter itu. Butuh konsentrasi tinggi. Kuncinya kita harus bisa mengolah rasa dan mengolah hati, menenangkan diri, agar tidak emosi. Sesuai dengan namanya ‘manah’ itu artinya hati,” ujar Taufiq Qoirudin, salah seorang peserta yang berhasil mengenai sasaran hanya dalam beberapa kali panahan.

Taufiq mengaku sudah sekitar 2 tahun terakhir belajar memanah. Lelaki 47 tahun asal Kalasan, Sleman, itu mengaku tertarik mempelajari olahraga jemparingan karena tingkat kesulitannya yang tinggi. “Pertama untuk nguri-nguri budaya, selain itu juga karena memanah ini merupakan salah-satu olahraga yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad, sehingga selain olahraga, juga bisa mendapat pahala,” katanya.

Lihat juga...