Perda Pengakuan Masyarakat Adat Penting untuk Redam Konflik

Di kabupaten Ngada konflik beber Langgota DPRD Ende ini, ada di Watuata dimana sering terjadi konflik termasuk perbatasan kabupaten Ngada dan Manggarai Timur di Riung.

Untuk Nagekeo bebernya, terjadi di komunitas adat Rendu terkait pembangunan waduk Lambo yang berujung dipenjaranya seorang anggota komunitas adat, serta konflik tanah di lokasi pembangunan kantor pemerintah yang mana sudah diputuskan MA perkara ini dimenangkan oleh komunitas adat Lape.

“Sementara untuk di kabupaten Ende konflik terjadi di hampir di seluruh daerah hutan Kimang Boleng dimana di dalam kawasan hutan lindung ini terdapat banyak komunitas adat yang bermukim di dalamnya,” ungkapnya.
Sementara di wilayah selatan tandas Lipus, konflik terjadi antara 10 desa di daerah penyangga Taman Nasional Kelimutu (TNK) dan komunitas adat di sekelilingnya dimana sebgaian besar tanaman pertanian dan perkebunan masyarakat adat dikatakan berada di dalam wilayah hutan TNK.

Di Sikka juga sebutnya, ada di Nangahale terkait permasalahn tanah HGU yang berujung kepada penguasaan kembali tanah HGU oleh konunitas adat Suku Goban dan lainnya serta konflik antara masyarakat sekitar kawasan hutan lindung Egon Ilimedo

“Selain itu di kabupaten Flores Timur, konflik serupa juga terjadi antara masyarakat adat yang memiliki batas wilayah di sekitar kawasan hutan lindung serta di sekitar perbatasan antara kabupaten Sikka dan Flopres Timur,” paparnya.

Tanaman pertanian dan perkebunan masyarakat masuk di dalam wilayah Pal batas 84 dimana banyak tanaman pertanian dan perkebunan yang dikatakan masuk dalam wilayah hutan lindung.

Pasca keputusan MK dan lahirnya keputusan MK nomor 35 tahun 2012 dan peraturan menteri Kehutanan nomor 52 tentang tata cara pengakuan dan perlindungan masyarakat adat serta peraturan lainnya yang terus didorong Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, masyarakat adat di Nusa Bunga meminta agar pemerintah mengakui komunitas adat.

Lihat juga...