PONOROGO – Memasuki bulan September, beberapa petani jagung di Desa Jetis, Kecamatan Jetis, khawatir tidak bisa panen. Pasalnya, di penghujung musim kemarau ini sumber air sudah menipis. Sehingga pasokan air pun berkurang drastis.
Hal ini tampak di lahan jagung milik Ponijan (73). Tanaman jagung miliknya tidak bisa tumbuh subur. Bahkan pertumbuhannya juga tidak bisa serempak.
“Jagung saya kali ini gagal panen, banyak yang kerdil karena kekurangan pasokan air,” jelasnya saat ditemui Cendana News, Senin (18/9/2017).
Seharusnya pengairan di lahan jagung dilakukan setiap dua minggu sekali atau sekitar 6-8 kali pengairan. Namun karena saat ini musim kemarau dan tidak punya sumur bor, pengairan hanya dilakukan 1-2 kali.
“Saya juga tidak punya uang untuk sewa sumur petani lain, terpaksa tidak saya beri air,” paparnya.
Selain itu, banyak daun jagung kering berwarna kekuningan. Namun banyak juga ditemui jagung dengan setinggi 50 cm sudah memiliki tongkol. Tapi hanya satu tongkol per batang.
“Itu pun ukurannya kecil, tidak bisa besar, batangnya saja kecil,” cakapnya.
Padahal, biasanya saat akhir musim kemarau seperti ini petani hendak memanen jagung. Namun karena kondisi kekeringan, bisa dipastikan panen jagung kali ini gagal. Modal yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh tidak sebanding.
“Apalagi sekarang harga jual jagung kering hanya Rp3 ribu per kilogram. Belum bisa balik modal,” tuturnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sri Widodo (57). Kali ini jagungnya tidak sebagus tahun-tahun sebelumnya. Selain pertumbuhan jagungnya tidak maksimal, hasil panenannya bisa dipastikan juga rendah.