Tangkal Ateisme tak Cukup dengan Slogan Agama

YOGYAKARTA – Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora, IAIN Salatiga, Agus Ahmad Suaidi, Lc., M.A mengatakan, untuk menangkal ateisme tidak cukup dilakukan dengan slogan-slogan agama atau ideologi. Tetapi harus mampu membantah poin demi poin pemikiran ateis. Apalagi menurutnya kemiskinan bisa mendekatkan orang pada ateisme.

“Rasa ketuhanan juga dapat terkikis oleh sikap yang ditumbuhkembangkan di lingkungan akademis yakni kritisisme atas lembaga agama dan nilai atau ide-ide agama. Kritisisme ini dapat memantik ateisme,” katanya dalam disertasi berjudul Problem Kejahatan dalam Perspektif Fenomenologi Edmund Husserl Kontribusinya Bagi Penguatan Landasan Filosofis Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, di Fakultas Filsafat UGM, belum lama ini.

Menurutnya, sejauh kritisisme tersebut hanya menyangkut aspek kelembagaaan sekuler maka tidak terlalu riskan. Namun jika kritisisme sudah menyasar pada nilai-nilai suci agama maka pertanda ateisme akan mulai muncul. Pasalnya kritisisme atas nilai-nilai agama akan langsung berimplikasi pada peminggiran peran agama itu sendiri dalam kehidupan.

“Paham ateisme berkorelasi positif dengan intoleransi karena ada pandangan bahwa agama adalah musuh dan musuh identik dengan penjahat,” katanya.

Ia sendiri menyebut proses globalisasi memungkinkan segala paham asing yang tidak koheren dengan Pancasila berpotensi untuk tumbuh dan berkembang dalam alam pikir sebagian masyarakat Indonesia. Salah satu paham itu adalah ateisme yang kini telah menjadi fakta kebudayaan global.

Padahal, sila Ketuhanan Yang Maha Esa pada Pancasila menegaskan seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia mestilah dipandu oleh nilai-nilai ketuhanan yang bersifat universal. Karena itu, setiap paham yang cenderung membatasi hubungan dengan Tuhan itu harus ditolak.

Lihat juga...