Mengenal Adat Toraja di Anjungan Sulawesi Selatan TMII
Keunikan Tongkonan ini, kata Andi, memiliki ornamen tiga buah kepala kerbau yang merupakan simbol tingkat kebangsawaan pemilik rumah. Tanduk-tanduk kerbau yang berdiri di depan rumah itu sebagai penanda sudah berapa orang anggota keluarga mereka yang meninggal dunia dan diupacarakan secara adat.
“Biaya upacara adatnya mahal sekali, tapi itulah budaya Toraja yang dijunjung tinggi, dan jadi daya tarik para wisatawan,” kata Andi.
Keunikan lainnya, adalah suku Toraja memiliki konsep kehidupan masyarakat yang menyatu dengan alam. Ini dikatakan Andi, tergambar dari warna-warni yang digunakan untuk ukiran rumah. Semisal, hitam dari arang, kuning dari kunyit, putih dari getah, dan merah dari batu bata.

“Rumah adat Toraja ini menjadi objek studi mahasiswa untuk bahan skripsi. Juga studi para peneliti asing tentang antropologi dan arsitektur tahan gempa. Ya, mengingat rumah adat Toraja ini kokoh sekali,” ungkap Andi.
Selain rumah adat Toraja, tersaji pula rumah besar dan memanjang dengan pintu masuk rendah merupakan duplikat istana Sultan Hasanuddin. Rumah ini perpaduan adat Soaroja (Bugis) dan Balla Lampo (Makassar).
Dijelaskan Andi, di dalam rumah itu terdapat tiga ruangan. Yaitu, ruangan untuk menyimpan harta pusaka, istirahat manusia, dan ruangan untuk memelihara ternak. Di kolong rumah adat ini, pengunjung bisa melihat beragam hasil kerajinan tangan warga pelaut Bugis-Makassar, berikut pakaian adat tradisionalnya.
Hiasan rumah adat Bugis ini berdesain ukiran motif sulur-suluran bunga parereng, daun semangi, daun melati, ayam jantan, burung kakak tua, kerbau, babi, rusa, dan naga. Semua ukiran itu ditempatkan di puncak bangunan bagian depan dan belakang. “Pola ragam hias ini menunjukkan status sosial pemilik rumah tersebut,” kata Andi.