Petani Bawang Merah Keluhkan Musim Kemarau

PONOROGO – Petani bawang merah, Sri Widodo (56) warga Desa Kunti, Kecamatan Bungkal, mengaku pasrah dengan kondisi musim kemarau. Setiap hari ia harus bangun pagi buta untuk mengairi sawah.

“Pukul 07.00 WIB baru turun ke lahan untuk menyiram bawang merah,” jelasnya saat ditemui Cendana News, Senin (6/11/2017).

Proses ini berlangsung setiap hari mulai dari awal tanam hingga menjelang panen. Untuk satu kali pengairan di sawah ukuran 20X70 meter persegi dibutuhkan tiga liter solar.

“Biasanya tiga jam pengairan, butuh tiga liter solar,” imbuhnya.

Meski musim penghujan sudah mulai masuk kawasan Ponorogo, namun dampaknya masih belum dirasakan oleh petani bawang merah. Setiap hari, Widodo sapaannya, harus menyewa pompa diesel untuk pengairan.

“Per jam Rp30 ribu itu untuk sewa saja, belum solarnya,” tuturnya.

Pasalnya, sawah milik Widodo merupakan sawah tadah hujan, tidak ada irigasi masuk ke sawahnya. Mau tidak mau ia pun harus rela menyewa diesel untuk mengairi tanamannya.

“Ini belum menghitung upah buruh yang menyiram, untuk mengurangi biaya terpaksa saya sirami sendiri,” cakapnya.

Ia pun harus menyiram sawah bersama anaknya setiap hari. Penyiraman, lanjutnya, harus dilakukan pagi atau sore hari. Karena saat siang hari jika dilakukan penyiraman, bisa membuat tanaman layu dan mati.

“Selain itu airnya juga cepat habis, tidak sampai menggenang di sela-sela guludan,” tukasnya.

Bapak tiga orang anak ini hanya berharap harga bawang merah saat panen bisa naik drastis. Di pasar harga bawang merah cuma Rp10 ribu per kilogram tingkat petani. “Kalau cuma segitu tidak bisa balik modal, harusnya bisa tembus Rp15 ribu ke atas,” pungkasnya.

Lihat juga...