Rumput Laut Ketapang, Lampung Dikenal Hingga Kalimantan

“Botol bekas ini sengaja kami beli dari pengepul barang bekas yang masih ada tutupnya dengan harga seratus rupiah perbotol setiap lajur diberi enam pelampung botol bekas demi efesiensi modal,” terang Wayan Sariasih.

Para pekerja yang dibayar dengan upah Rp3.000 per lajur bisa menyelesaikan pekerjaan beberapa lajur dalam sehari dan langsung dibentangkan ke lokasi penanaman. Pada masa tanam awal November ini Wayan Sariasih bersama suaminya menanam bibit sebanyak 200 kilogram lebih untuk sekitar 50 jalur dan akan dilakukan penyulaman saat terjadi kerusakan atau diserang hama ikan pemangsa.

Hama ikan baronang diakuinya tidak terlalu ditakutkan karena tidak mengakibatkan kerusakan yang parah namun ia dan sang suami tetap mewaspadai adanya kondisi cuaca atau arus yang tiba tiba bisa merusak pelampung dan jalur penanaman.

Ia berharap pada masa tanam kali ini hasil panennya cukup baik dengan harga yang lumayan dengan estimasi panen dua ton seharga Rp8.000 per kilogram dirinya bisa mendapatkan hasil di atas Rp10 juta dengan adanya penyusutan saat proses pengeringan.

“Sebagian kita jual dalam bentuk bibit namun sebagian juga kita jual dalam bentuk kering karena lebih menguntungkan untuk jenis cottoni ini dengan pangsa pasar pabrik makanan dan kosmetik,” beber Wayan.

Jenis rumput laut Cottonii yang ditanam saat usia bibit 25 hari bisa dipanen ketika sudah berusia 40 hingga 50 hari dengan sistem parsial melakukan pemotongan pada bagian yang sudah memanjang dan proses tanam hingga panen ia memanfaatkan perahu.

Puluhan para para bambu dengan dialasi plastik akan disiapkan untuk pengeringan dan proses fermentasi agar rumput laut kering sempurna sebelum dijual ke pengepul.

Lihat juga...