Warga Lampung Selatan Lestarikan Durian Keong
Saat musim durian keong di kebun yang sekaligus ditanam dengan pohon buah langsep,mangga dan rambutan sebagian warga bahkan melakukan tekhnik “ngumbul” atau berhuma di gubuk menunggu durian keong jatuh secara alami yang kerap terjadi pada malam hari dan pagi hari berkat bantuan kalong dan tupai yang berniat menggerogoti manisnya buah durian keong.
Usia panen durian dari masa tanam sekitar 6-7 tahun pada tanaman alami diakui membuat tanaman durian keong hanya digunakan sebagai tanaman sela bisa berumur puluhan tahun sebagian ditanam pada pinggir pinggir kebun jagung dan pisang bahkan di tepi sawah darat padi gogo rancah yang menghasilkan hasil lebih cepat.
Tanaman yang berbuah satu tahun sekali dan mulai berbunga sejak September hingga Oktober dan bisa dipanen Desember hingga Januari. Pohon durian yang dimiliki Paryanto, satu pohon menghasilkan sekitar 90 hingga 100 buah durian keong meski pada saat awal pembungaan. Hingga proses pembesaran, pematangan bakal buah bisa mencapai 300 buah. Namun durian muda kerap gugur, dimakan tupai sehingga produksi satu pohon merata dikisaran 90 buah.
“Awalnya saya memiliki sebanyak sepuluh batang tanaman durian keong sebagian di kebun namun mulai diremajakan dengan tanaman baru melalui sistem cangkok dan membeli bibit baru dari penjual bibit,” papar Paryanto.
Keberadaan tanaman durian keong yang dominan dibudidayakan secara alami dari biji membuat pohon durian keong semakin langka bahkan nyaris menjadi sejarah dengan sisa nama umbul keong sebagai nama dusun.
Paryanto menyebut faktor penebangan kayu durian sebagai bagian perburuan kayu merah untuk dijual atas desakan kebutuhan ekonomo semakin menekan populasi tanaman durian keong yang kini di wilayah tersebut tak lebih dari seratus batang.