101 Haiku Embara Embun Mimpi
JAKARTA – Tak gampang menulis puisi pendek khas dari Jepang yang disebut dengan Haiku. Salah satu yang membuat sulit adalah adanya ketentuan jumlah suku kata yang digunakan untuk membuat Haiku.
Haiku dibuat dengan 17 suku kata yang terdiri dari tiga baris dengan masing-masing berisi lima, tujuh dan lima suku kata. Penulisan akan semakin sulit ketika pembuatan Haiku dikaitkan atau dipadukan dengan gambar yang biasa disebut haiga.
“Gambar yang disodorkan dalam buku ‘Embara Embun Mimpi’ mempunyai efek yang bisa memperluas kata, tapi juga bisa mempersempit kata, “ kata wartawan dan pelukis Yusuf Susilo Hartono saat menjadi pembicara dalam acara launching buku antologi 101 haiku ‘Embara Embun Mimpi’ di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (20/1/2018).
Sementara keberadaan gambar yang diharapkan bisa menjadi ilustrasi dinilai lelaki kelahiran Bojanegara, Jawa Timur, 18 Maret 1958 belum tentu baik ketika harus mengiringi sebuah rangkaian kata. Dengan kondisi tersebut, yang paling penting dalam upaya pembuatan haiku dan haiga adalah adanya konsep saling sumbang menyumbang antara teks dan gambar.
Haiku ditemukan di Jepang pada 1602. Jika dirasakan secara mendalam ada unsur ketenangan dalam sebuah rangkaian haiku. Namun ketenangan Jepang di jaman dulu saat haiku ditemukan tentu saja berbeda dengan kondisi saat ini. “Dalam haiku ada ketenangan, kesunyian dan kesederhanaan. Kita dengan satu sama lain bisa tidak bertegur sapa, tapi juga dengan teman lainnya menghormat. Cara menghormatnya membungkukkan badan cukup sekali,“ tambah Yusuf.