101 Haiku Embara Embun Mimpi

Dalam buku ‘Embara Embun Mimpi’ didiskusikan ketenangan yang seperti apa yang diciptakan haiku. “Kalau kita meniru atau mengambil sesuatu dari luar, seperti haiku, jangan hanya haikunya saja yang diambil, tapi juga hal-hal kreatif yang melingkupinya,“ tandas Yusuf.

Kritikus akademisi Narudin Pituin yang juga hadir untuk membahas “Embara Embun Pagi” menilai, ada pergeseran kausal haiga di karya Ira dan Guna.  Hal itu salah satunya bisa dilihat dari haiku yang berbunyi; //senja berulang/ kabut panjat ilalang/ embara mimpi//.

“Ada pergeseran atas susunan haiku, yaitu senja terjadi berulang kali saat kabut memanjat lalang, yang baku sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah ‘lalang’ bukan ‘ilalang’, hal itu dilakukan karena harus mengacu pada ketentuan haiku, “ ungkapnya.

Di dalam buku 101 haiku-nya, Narudin menilai Ira melakukan myth freedom atau menjalankan mitos kemerdekaan yang tidak terlalu terpaku pada haiku umumnya. Begitu juga dengan Guna yang tampak begitu bebas menorehkan tinta cinanya dalam menggambarkan haikunya.

Buku antologi 101 haiku ‘Embara Embun Mimpi’ memuat 101 haiku karya kolaborasi Ira Diana dan I Gusti Made Dwi Guna yang berisi haiku disertasi sketsa. Kombinasi haiku dan sketsa itu dinamakan haiga. Sebuah buku yang termasuk langka di Indonesia.

Lihat juga...