Israel Amandemen Undang-undang untuk Mempersulit Penyerahan Kendali Jerusalem
JERUSALEM — Parlemen Israel pada Selasa (2/1/2018) melakukan amandemen yang akan mempersulitnya menyerahkan kendali atas bagian-bagian jerusalem dalam kesepakatan damai dengan pihak Palestina, yang mengutuk tindakan tersebut karena meruntuhkan setiap kesempatan menghidupkan kembali perundingan tentang kenegaraan.
Perundang-undangan yang disponsori oleh partai koalisi ultra-kanan Rumah Yahudi, meningkat menjadi 80 dari 61 jumlah suara yang dibutuhkan di Knesset sebanyak 120 kursi agar menyetujui usulan untuk menyerahkan bagian kota tersebut ke “pihak asing”.
Bulan lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump membuat murka masyarakat Palestina, pemimpin Timur Tengah dan sejumlah kekuatan dunia dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Sebagai rumah bagi situs suci sebagian besar Muslim, Yahudi dan Kristen, status Yerusalem adalah salah satu isu paling sensitif dalam konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun.
Keputusan Trump pada 6 Desember memicu protes regional dan mendorong warga Palestina untuk menyingkirkan Washington sebagai perantara perdamaian dalam perundingan di masa mendatang.
Nabil Abu Rdainah, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, menggambarkan perubahan kebijakan Trump di Yerusalem dan berlakunya amandemen tersebut sebagai “sebuah deklarasi perang melawan masyarakat Palestina”.
“Pemungutan suara dengan jelas menunjukkan bahwa pihak Israel telah secara resmi mengumumkan sebuah akhir dari yang disebut proses politik,” ujar Abu Rdainah, merujuk pada perundingan yang disponsori AS mengenai kenegaraan Palestina yang runtuh pada 2014.
Israel merebut Jerusalem Timur dalam perang Timur Tengah 1967 dan mencaploknya dalam sebuah langkah yang tidak diakui secara internasional. Pihaknya mengatakan bahwa seluruh kota tersebut merupakan ibu kota “abadi dan tak terpisahkan.”