Kelompok Tenun Ikat di Kupang Keluhkan Sulitnya Pemasaran

KUPANG – Kelompok tenun ikat di Jalan Sesawi RT 38 RW 14, Kelurahan Oepura, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengeluhkan akses pasar untuk menjual hasil tenun mereka. 

Salah satu penenun, Dorce Mangi, mengaku dirinya bersama 11 orang temannya membentuk kelompok tenun bernama “Mata Tulu Deo” sejak 2010 dan menggunakan pewarna alami berkualitas tinggi. Meski tak berkualitas bagus, pun dia mengaku hasil tenunnya kadang menumpuk, karena tidak ada pembeli.

“Prosesnya lama, karena menggunakan pewarna alam. Dari peminyakan hingga pewarnaan memakan waktu dua minggu. Sampai jadi tenun bisa satu bulan,” kata Dorce, Selasa (23/1/2018).

Kepala Dinas Perindustrian NTT, Obaldus Toda. –Foto: Petrus Ola Keda

Harga tenun sarung berkisar Rp2 hingga 2,5 juta. Dia meminta perhatian pemerintah, agar membuka akses pasar khusus tenun ikat khas NTT. “Kadang pembelinya dari Bali, tapi sekarang sepi, kadang menumpuk,” ujar dia.

Ketua kelompok tenun “Era Mengi”, Ireni Yuliati Ratu Pah (48), mengatakan, dirinya membentuk kelompok tenun sejak 2008. Kelompoknya itu merangkul 10 ibu rumah tangga yang berprofesi sebagai penenun. Namun, sejak terbentuk, baru satu kali didatangi pemerintah untuk ikut pameran tenun di Bali.

“Baru satu kali saja dipamerkan, sampai sekarang belum ada. Kendalanya masih di pemasaran dan butuh peran pemerintah,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian NTT, Obaldus Toda, mengatakan, pihaknya terus berupaya mendukung seluruh usaha kecil menegah dengan bermitra dengan semua stakeholder membangun industri tenun.

Lihat juga...