Dalam kesempatan jumpa pers yang juga dihadiri unsur Bina Marga, Jasa Marga, Kepolisian, dan Organda, Dirjen Budi mengaku terus terang, akibat dari overload ini kalau dilihat dari aspek bisnis yang untung adalah pemilik barang, tetapi negara rugi besar.
“Dampak dari pelanggaran tersebut adalah semakin besarnya anggaran untuk pemeliharaan jalan sehingga memperlambat pembangunan jalan yang baru. Perbaikan untuk jalan tol, jalan alteri, jalan negara kita cukup besar sekali. Oleh karena itu, kita bersepakat mulai bulan ini awal 2018, memulai mengambil tindakan tegas terhadap overload maupun overdimensi,” jelasnya.
Budi menegaskan sebelumnya pihaknya juga telah berkali-kali mengundang Organda yang memayungi pelaku usaha, termasuk Arpindo. Ia berharap para pelaku usaha bisa mengurangi pelanggaran sendiri tanpa pihaknya harus melakukan tindakan tegas langsung.
“Kita harapkan tanpa Pemerintah melakukan tindakan tegas, pemilik barang maupun pemilik kendaraan angkutan barang dengan sadar mengurangi pelanggaran,” tuturnya.
Budi lalu memaparkan data dari Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR yang menyebutkan potensi kerugian negara akibat kelebihan muatan dan kelebihan dimensi ini mencapai Rp 43,45 triliun/tahun.
Dirjen Budi mengungkapkan, untuk memulai tindakan terhadap kendaraan barang yang melakukan pelanggaran kelebihan berat dan kelebihan dimensi ini, adalah mengoperasionalkan jembatan timbang yang ada mulai bulan Februari.
Untuk pengawasannya tidak hanya oleh Perhubungan Darat saja, tetapi juga melibatkan unsur swasta dari Sucofindo maupun Surveyor Indonesia. Mereka melakukan pendampingan langsung kepada petugas di jembatan timbang.