Harga Tenun Ikat Turun, Penenun NTT Minta Dukungan Pemerintah

Editor: Satmoko

KUPANG – Harga tenun ikat di tempat penampungan pebisnis tenun khas Nusa Tenggara Timur (NTT) mengalami penurunan. Akibatnya, banyak penenun mengaku mengalami kerugian. Hal itu disebabkan tidak ada campur tangan pemerintah dalam mengatur kesediaan pasar bagi hasil tenun.

“Dulu harganya kalau sarung dari pewarna alami mencapai Rp1,5 juta sekarang turun hingga Rp1 juta. Untuk sarung dari pewarna kimia harga biasa Rp 1 juta sekarang turun menjadi Rp 800 ribu. Sebagai penenun kami merasa rugi,” ujar Bertha Lobo (45) salah satu penenun di RT 38 RW 11, Kelurahan Oepura, Kota Kupang, Selasa (6/2/2018).

Dia mengatakan, sejak membentuk kelompok tenun tahun 2015, baru satu kali didatangi pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT. Saat itu kelompok tenunnya diajak mengikuti pameran di Jogja.

“Baru satu kali dan sampai sekarang tidak pernah lagi. Kami didatangi hanya saat momen Pilkada,” katanya.

Kepala Dinas Perindustrian NTT, Obaldus Toda (Foto: Petrus Ola)

Dia menjelaskan, harga tenun di pasaran tidak sebanding dengan kelelahan yang mereka alami. Pasalnya, proses pembuatan tenun dari pengumpulan bahan baku hingga pembuatan cukup melelahkan.

“Kalau dari bahan alamiah, proses dari pengumpulan bahan dasar sampai jadi sarung bisa setahun. Kalau bahan dasar kimia, dalam sebulan bisa dapat tiga tergantung ulet atau tidak,” jelasnya.

Dia menambahkan, pemerintah belum adil dalam mengatur seluruh kelompok tenun di NTT. Karena, ada beberapa kelompok yang setiap bulan diajak mengikuti pameran tenun di berbagai daerah.

Hingga kini, kata dia, belum ada bantuan pemerintah kepada penenun kecil.

Lihat juga...