Daulat Bahasa, Daulat Bangsa

OLEH TJAHJONO WIDARMANTO

Tjahjono Widarmanto. Foto: Istimewa

PADA awal pemerintahan, Presiden Joko Widodo menggulirkan program besar yang dinamakan revolusi mental. Revolusi mental dirumuskan secara konseptual melalui nawacita. Nawacita berasal dari khazanah bahasa Jawa Kuno yang bermakna sembilan harapan. Jadi Nawacita merupakan sembilan jalan untuk menuju Indonesia yang lebih baik.

Nawacita yang dijadikan pedoman Presiden Jokowi ini bersumber dari ajaran atau cita-cita Soekarno yaitu Tri Sakti. Dengan kata lain, nawacita merupakan sembilan jalan untuk mencapai Tri Sakti yaitu berdaulat secara politis, berdikari secara ekonomi dan berkeprbadian secara sosial budaya.

Dari sembilan harapan nawacita tersebut, terdapat jalan kesembilan yaitu memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat kebhinekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

Lalu bagaimanakah cara memperteguh kebhinekaan? Bagaimana pula caranya memperkuat pendidikan kebhinekaan?

Menurut saya, cara memperteguh kebhinekaan dan cara memperkuat pendidikan kebhinekaan bisa diperoleh melalaui daulat bahasa. Daulat bahasa berarti memperlakukan dan mendudukkan bahasa Indonesia yang otonom sehingga bisa menjadi sarana menghayati kebhinekaan yang pada gilirannya nanti akan membentuk masyarakat Indonesia yang berkepribadian secara sosial budaya. Daulat bahasa berarti mengembalikan kekuasaan bahasa Indonesia sebagai kekuatan bangsa yang otonom.

Daulat bahasa ini penting dikemukakan karena kita tidak lagi bisa berharap pada aspek-aspek lain. Aspek ekonomi, misalnya, bisa dilihat bahwa kemampuan ekonomi kita tidak lagi memiliki kedaulatan. Tidak saja kita belum mampu bersaing secara ekonomi dengan negara lain, bahkan untuk kebutuhan sendiri kita gagal. Contoh yang jelas, kita mengimpor beras dari negara lain, padahal Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang besar.

Lihat juga...