Inilah Strategi Khusus Menteri Desa Awasi Dana Desa

Menteri Desa PPDT Eko Putro Sandjojo - Foto: Dok. CDN

Dalam hal pengawasan terhadap kemungkinan tindak penyalahgunaan dana desa, kata Eko, saat ini sudah ada nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kemendes, Kemendagri, dan Kepolisian Republik Indonesia.

Sayangnya, untuk program dana desa 2018 yang menjangkau 74.958 desa, Polri memiliki kekurangan 20.673 personel Bhabinkamtibnas.

Selain kekurangan personel pelaku pengawas dana desa, infrastruktur penunjang kinerja kepolisian juga kurang. Terbukti hingga hari ini banyak daerah yang tidak memiliki pos polisi.

Data statistik kriminal BPS menunjukkan, pada 2014 hanya sekitar 10,6 persen desa atau kelurahan yang di wilayahnya terdapat pos polisi, termasuk polsek, polres, dan polda.

Menurut Eko, perihal penyalahgunaan dana desa lebih menjadi kewenangan aparat penegak hukum, baik Polri maupun KPK. Sedangkan Kemendes bersama-sama pemerintahan daerah lebih terfokus pada pengawasan agar program pemberdayaan potensi desa berjalan sesuai yang ditargetkan.

Dalam hal ini, pendamping desa memiliki peran sentral sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni Pendamping desa bertugas memfasilitasi dan mendampingi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Tenaga pendamping bukanlah pengelola proyek pembangunan di desa. Kerja Pendampingan desa difokuskan pada upaya memberdayakan masyarakat desa melalui proses belajar sosial.

Pendamping desa terdiri atas Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP), Pendamping Desa Teknik Infrastruktur, Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa (TA-PMD), dan Tenaga Ahli Infrastruktur Desa (TA-ID).

Lihat juga...