Legislator dan LSM Perempuan NTB: Moratorium Bukan Solusi Masalah PMI
Editor: Irvan Syafari
MATARAM — Anggota Komisi lX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Hj Ermalena mengatakan, moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) tidak cukup sebagai jawaban menyelesaikan persoalan kasus kekerasan terhadap PMI, terutama perempuan.
“Mengatasi masalah tindak kekerasan terhadap PMI terutama PMI perempuan, tidak cukup jadi jawaban, tapi harus ada solusi supaya PMI tidak kembali bekerja lagi sebagai PMI ke luar negeri,” kata Ermalena di Mataram, Rabu (28/3/2018).
Dalam kenyataannya meskipun moratorium PMI untuk PRT diberlakukan pemerintah, tetap saja banyak di antara masyarakat masih tetap nekat berangkat ke luar negeri, meski melalui jalur non prosedural.
Ia mengatakan, itu semua dilakukan masyarakat, karena memang di dalam negeri tidak ada lapangan pekerjaan tersedia untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.
“Masalah pengelolaan remitansi yang tidak produktif juga menjadi penyebab banyak di antara masyarakat kembali berangkat bekerja ke luar negeri sebagai PMI,” katanya.
Karena itulah mengatasi persoalan PMI selain solusi lapangan pekerjaan, juga bagaimana pemerintah harus mampu mendorong dan mengarahkan masyarakat PMI supaya remitansi dihasilkan bisa diarahkan untuk hal produktif, bukan konsumtif.
Hal senada juga diungkapkan kalangan LSM Perempuan. Ketua Solidaritas Perempuan Mataram, Eli Sukemi mengatakan, kebijakan pemerintah memberlakukan moratorium pengiriman PMI, khususnya PRT, ke sejumlah negara Timur Tengah dinilai bukan solusi atas maraknya praktik kekerasan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang selama ini menimpa PMI selama bekerja di luar negeri.
“Lemahnya sisi informasi soal kebijakan, lalu kemudian bagaimana tata cara dan mekanisme keberangkatan yang aman, juga menjadi faktor mengapa pekerja perempuan gampang menerima bujuk rayu calo”, katanya.