Pembudidaya Semut Rangrang Kulonprogo Gunakan Sistem Sogrok
Editor: Irvan Syafari
YOGYAKARTA — Penerapan sistem sogrok dalam budi daya semut rangrang (ngrangrang-bahasa setempat) dinilai lebih menguntungkan bagi petani. Tak heran saat ini semakin banyak petani kroto atau pembudidaya semut rangrang menerapkan sistem ini.
Salah seorang pembudidaya semut rangrang asal Kulonprogo yang mengaku sebagai penemu sistem sogrok, Priyo Sugiharto Wijaya (34), menjelaskan sistem ini diterapkan dalam proses pemanenan telur semut atau kroto.
Dalam sistem Sogrok, pemanenan kroto atau telur semut rangrang tidak dilakukan dengan cara membongkar sarang/toples untuk diambil seluruhnya. Melainkan diambil sebagian dengan cara disogrok sarangnya dari bawah hingga kroto berjatuhan, namun tetap tidak merusak sarang berupa toples.
“Dengan sistem sogrok ini kita memang hanya bisa memanen sekitar 50 persen kroto (telur semut), yang dihasilkan. Namun keuntungannya sarang tidak rusak, sehingga semut tetap bisa menghasilkan telur,” katanya.
Tak hanya itu menurut Wijaya, sebagian kroto atau telur semut yang tidak dipanen nantinya juga akan berkembang menjadi semut baru sehingga akan menanbah populasi jumlah semut. Dengan begitu kelangsungan koloni semut akan tetap terjaga, dan produksi kroto akan stabil.
“Dengan sistem sogrok, regenerasi semut akan terjaga. Selain itu semut juga tidak akan stres karena sarangnya tidak rusak. Sehingga produksi kroto dapat tetap berlanjut,” katanya.
Wijaya mengaku sudah menerapkan sistem sogrok ini sejak beberapa tahun lalu. Ia kemudian menyebarkan sistem tersebut melalui video youtube agar dapat diterapkan peternak kroto lainnya. Sejak awal ia memang gemar menyebarkan video tutorial cara beternak semut rangrang di media sosial Youtube sebagai bentuk promosi.