Kisah Pilu Warga Perbatasan Soal Akses Kesehatan
KUPANG – Pagi itu suasana di Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur berbeda dari biasanya.
Puluhan pasukan TNI baik dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Udara dan TNI Angkatan Laut berkumpul di desa yang berbatasan langsung dengan wilayah kawasan konflik lahan antara Warga Indonesia di desa itu dengan warga dari Timor Leste.
Di tengah keramaiannya itu duduk seorang wanita separuh baya bernama Elisabeth Bois Lilis (48), mengenakan baju motif berwarna merah muda. Di bahu kirinya ada sepotong selendang yang digunakan melingkar dari mulai bahu hingga bagian bawah perutnya.
“Kalau ada anak saya yang ketiga pasti dia akan senang sekali melihat TNI-TNI ini,” kata Elisabeth dengan suara agak melirih dan muka muram.
Ia mengaku anak ketikanya itu meninggal saat berusia tiga tahun karena minimnya perawatan di puskesmas yang ada di desa tersebut.
Anaknya bernama Ansel itu meninggal karena terserang demam berdarah setahun yang lalu, ketika hendak dirujuk ke rumah sakit umum WZ Johanes Kupang.
Sambil menarik nafasnya saat pertama kali terkenal sakit, ia dan suaminya berpikir bahwa hanya sakit biasa saja. Namun saat selang empat hari panas badanya makin tinggi sehingga pihak Puskesmas setempat menganjurkan untuk dirujuk ke Kota Kupang karena fasilitas kesehatan di sana lengkap.
Elisabeth dan suaminya pun sepakat untuk secepatnya membawa ke Kupang. Jarak tempuh dari desa Netemnanu Utara menuju Kota kupang, diperkirakan mencapai 190 kilometer.
“Saat itu masih musim hujan. Anak saya meninggal saat kami hendak menyeberang sungai besar, karena memang tak ada jembatan di daerah ini. Kami terpaksa bermalam di tengah hutan sambil menunggu air sungai surut, namun anak saya daya tahan tubuhnya tidak kuat sehingga tak tertolongkan,” ceritanya sambil meneteskan air mata.