Kisah Pilu Warga Perbatasan Soal Akses Kesehatan
Hal ini membuat mereka hanya menunggu, agar banjir reda sehingga bisa kembali dilalui.
“Bayangkan saja, kami harus tidur tiga malam di tengah hutan karena jalur transportasi yang sangat memperihatikan,” ujarnya.
Pada saat itu ia mengaku hanya berserah kepada Tuhan tentang hidup dan matinya dari anaknya.
Sampai pada haru ketiga perjalanan di lanjutkan. Sesampainya di Kefa, dokter yang bertugas merawat anaknya marah karena hal tersebut.
“Kami bersyukur karena cepat. Karena kalau tidak terlambat satu hari saja, nyawa anak saya sudah tidak tertolong,” ujarnya.
Mahal Tidak hanya masalah fasilitas kesehatan, masalah kebutuhan pokok juga menjadi keluhan masyarakat di kawasan perbatasan itu.
Jalan dan minimnya transportasi di daerah itu mengakibatkan kebutuhan pokok menjadi mahal di daerah itu. Contohnya untuk beras premium harga sekilonya mencapai Rp15 ribu.
Belum lagi jika pada saat musim penghujan, stok yang ada harganya bisa naik karena pasokan tak masuk akibat cuaca buruk dan sejumlah akses transportasi terhenti.
“Kalau tidak ada minyak tanah atau beras terpaksa kami gunakan tunggu sampai pasokannya datang,” ujar Elisabeth.
Dia mengaku sulit untuk bisa ke Kota apalagi kendaraan yang menuju ke desa tersebut sehari hanya satu kendaraan yang berani datang.
Oleh karena itu, baik Elisabeth dan Martha berharap agar pemerintah pusat melihat langsung kondisi jalur transportasi di desa tersebut, sehingga cerita yang dialami oleh keduanya tidak dialami oleh warga lain di desa tersebut.
Anggaran Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) segera mengalokasikan anggaran sebesar Rp180 miliar untuk pembangunan jalan di kabupaten Kupang yang berbatasan dengan Oecuse, Timor Leste.