Petani Klaten Kembangkan Padi Organik Rojo Lele

Editor: Koko Triarko

SOLO — Persaingan pasar serta kualitas beras menjadi pijakan bagi  sejumlah petani di Klaten, Solo, Jawa Tengah, untuk mengembangkan tanaman berkualitas tinggi dengan sistem organik. Hasilnya pun cukup menggiurkan, karena permintaan selalu datang. Bahkan, petani mengaku kewalahan memenuhi permintaan pasar.

“Pasar beras organik saat ini lumayan. Cuma sekarang kami kewalahan akan permintaan pasar, karena stok produk masih terbatas,” kata Nusanto Herlambang, pembina Kelompok Tani di Desa Gempol, Kecamatan Karanganom, Klaten, saat  ditemui Cendana News, Senin (9/4/2018).

Sejuah ini, Kelompok Tani binaannya baru mengembangkan beras organik di lahan seluas 9 hektare untuk padi jenis rojo lele, dan 4,6 hektare untuk jenis padi mentik wangi dan mentik susu.

Selain itu, meski sudah ada belasan hektare untuk mengembangkan padi organik, saat ini belum cukup memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat.

Menurut Nusanto, menjadi petani organik tidak mudah. Sebab, petani membutuhkan waktu minimal dua tahun untuk bisa mendapat sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI). Untuk kelompoknya, selama dua tahun terakhir sudah mendapatkan sertifikat SNI.

“Tapi yang jauh lebih penting bagi petani organik adalah kejujuran. Bagaimana kita dalam menanam padi organik ini harus benar-benar jujur, dan memegang prinsip beras organik,” urai pria yang menjabat sebagai Kepala Desa Gempol itu.

Penanganan pascapanen yang dilakukan Kelompok Tani di desanya sudah tersistem. Yakni, seluruh petani menjual hasil panen padi organik kepada kelompok tani.

Melalui tanam padi organik ini, petani juga mendapatkan edukasi tentang padi, baik harga penjualan gabah kering, hingga biaya pecah gabah. “Penanganan beras organik ini satu pintu. Petani menyerahkan kepada kelompok tani, dan memprosesnya. Baiknya ini ada edukasi, petani bisa mengetahui secara rinci biaya untuk beras organik sampai ke harga pasar,” terang dia.

Lihat juga...