Bapak Kami Melarang Dendam

(Oleh: Siti Hardijanti Rukmana)

Dalam heningku di bulan Ramadhan ini, teringat aku suatu peristiwa yang tak akan aku lupakan selamanya. Ketika 20 tahun lalu, Mei 1998, Bapak (Jenderal Besar HM. Soeharto), menyatakan berhenti sebagai Presiden.

Pada saat bapak memutuskan untuk berhenti dari jabatan Presiden, —karena desakan sejumlah masyarakat dan para politisi—, beliau memanggil kami anak-anak, dan beliau menyampaikan niatnya tersebut. Kami terus terang pada saat itu agak tidak rela kenapa bapak yang sudah bekerja seluruh hidupnya untuk bangsa dan negara ini diperlakukan demikian.

Kami memohon bapak untuk menunda dulu keputusan beliau.

Bapak bertanya: “Untuk apa?”.

Kami, terutama adik-adik saya menyatakan:

“Bapak itu pendukungnya juga banyak sekali, mereka pun siap untuk maju.”

Bapak bertanya : “Apa yang akan kamu lakukan?”

Kami jawab : “Mereka siap turun ke jalan dan akan melawan demonstrasi yang sekarang berlangsung pak.”

Lalu bapak bertanya, “Apa yang kamu dapat setelah itu?”

Kami katakan:

“Untuk menunjukkan bahwa bapak tidak salah, bapak tidak sendiri dan rakyat banyak yang masih loyal dengan bapak.”

Bapak berkata :

“Sadarkah kalian setelah mereka (pendukungmu/yang mendukung Bapak) turun ke jalan, akan banyak lagi korban.

Tidak!!!!

Bapak tidak mau itu terjadi, hanya untuk mempertahankan kedudukan bapak dan semakin banyak lagi korban akan berjatuhan.

Lebih baik bapak berhenti, kalau memang sudah tidak dikehendaki untuk menjadi Presiden.

Kalian harus merelakan semua ini. Percayalah bahwa Allah tidak tidur.

Dan satu hal bapak minta pada kalian semua, jangan ada yang dendam dengan kejadian ini, dan jangan ada yang melakukan balas dendam, karena dendam tidak akan menyelesaikan masalah.”

Kami semua terdiam…

Lihat juga...