Menjamin Masa Depan Anak Teroris

Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait. (Foto: Dok CDN)

SURABAYA  – Rentetan aksi teror yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo pekan lalu cukup menggegerkan Indonesia lantaran terjadi di Surabaya yang selama ini terkenal dengan daerah yang aman dan damai.

Selain itu, pada aksi teror tersebut mengenalkan modus serangan teror yang baru, yaitu dilakukan perempuan dan anak-anak.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan pelaku teror di tiga gereja di Surabaya, di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo dan Mapolrestabes Surabaya itu adalah tiga keluarga yang masih tergabung dalam satu jaringan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Sel Surabaya.

Kapolri mengungkapkan, serangan teror menggunakan perempuan sudah sering dilakukan walau telah banyak digagalkan pihak kepolisian. Namun, untuk aksi teror yang menggunakan anak-anak, peristiwa di Surabaya dan Sidoarjo adalah kali pertama.

Dalam serangan itu sendiri setidaknya tujuh orang anak pelaku tewas dalam aksi yang terjadi dua hari itu. Empat anak tewas dalam rangkaian teror di gereja, dua orang tewas dalam serangan di Mapolrestabes Surabaya dan satu tewas dalam ledakan bom di Rusunawa Wonocolo Sidoarjo.

Tiga anak merupakan anak pelaku aksi teror di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo dan satu anak adalah anak dari pelaku bom di Mapolrestabes Surabaya yang berhasil selamat dan diselamatkan Kasat Narkoba Polrestabes Surabaya AKBP Roni Faisal.

Tidak Sekolah

Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Machfud Arifin menyatakan ada pelaku teror di Surabaya dan Sidoarjo tidak disekolahkan oleh orang tuanya.

“Istilah ‘home schooling’ itu tidak benar. Padahal mereka tidak ada sekolah. Mereka dikurung dengan doktrin khusus sehingga anak itu yang di GKI Jalan Diponegoro mau ikut bawa bom pinggang,” kata Kapolda Jatim.

Lihat juga...