Nasionalisme, Globalisasi, dan Etnonasionalisme

OLEH TJAHJONO WIDARMANTO

Tjahjono Widarmanto. Foto: Istimewa

NASIONALISME sebagai sebuah konsep ideologi selalu berkait erat dengan fenomena sosial-budaya, politik, dan ekonomi.

James G. Kellas (1998) memaparkan bahwa sebagai sebuah ideologi, nasionalisme membangun kesadaran rakyat sebagai sebuah bangsa serta memberi seperangkat sikap dan program tindakan. Tingkah laku seorang nasionalis selalu didasarkan pada perasaan menjadi bagian dari suatu komunitas bangsa. Nasionalisme mendorong terjadinya sentimen dan gerakan.

Sentimen, seperti yang dikemukakan Ernest Gellner merupakan sebuah ekspresi psikologis, merupakan bentuk antipati, ungkapan marah, kecewa dan sebagainya sebagai respon atas sebuah penindasan. Wujud konkret dari munculnya sentimen adalah sebuah gerakan atau perlawanan sebagai upaya nyata mewujudkan reaksi dan respon dari adanya penindasan.

Ben Anderson memahami kekuatan dan kontinuitas dari sentimen dan gerakan sebagai cikal bakal mewujudkan identitas nasional. Sebuah bangsa (nation) adalah sebuah konstruksi ideologis yang tampak sebagai bentuk garis antara atau definisi diri kelompok budaya serta state (negara).

Keduanya membentuk sebuah komunitas abstrak berdasarkan perbedaan dari negara atau komunitas berdasarkan kekerabatan yang mendahului pembentukan mereka.

Agak berbeda, Kohn mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu state of mind an act of consciousness. Nasionalisme, bagi Kohn, harus dilihat sebagai suatu history of idea yang menempatkan ide, pikiran, motif dan kesadaran dalam sebuah keterkaitan dengan lingkungan yang nyata dari sebuah situasi sosial-historis.

Nasionalisme bisa pula dipandang social soul atau mental masyarakat yang dibangun dari sejumlah perasaan dan ide-ide yang mendorong masyarakat untuk memiliki atau a sense of belonging.

Lihat juga...