Timbulkan Debu, Warga Keluhkan Pembangunan Jembatan Nangameting

Editor: Koko Triarko

MAUMERE – Warga mengeluhkan pembangunan jembatan Nangameting yang berada di Jalan Negara Trans Flores Kota Maumere, yang membuat arus kendaraan dibelokkan ke jalan alternatif di pinggir pantai, yang merupakan jalan tanah dan berdebu.
“Seharusnya Dirjen Bina Marga Kementerian PU berkoordinasi dahulu dengan pemerintah kabupaten Sikka, untuk mempersiapkan jalan alternatif yang lebih layak. Bukan mengalihkan kendaraan melewati jalan baru yang berdebu,” sesal Frederikus Nong, seorang pengendara, Rabu (6/6/2018) sore.
Frederik mengaku kesal, pembangunan jalan alternatif yang asal-asalan, sehingga dampaknya sangat besar, baik bagi pengguna jalan maupun masyarakat sekitar pantai yang dilalui jalan alternatif tersebut.
Ketua BPC Gapensi Sikka, Paulus Papo Belang. -Foto: Ebed de Rosary
“Pengendara sudah mengeluhkan soal debu, dan masyarakat yang rumahnya persis berada satu dua meter saja dari badan jalan. Jadi, bukan pengendara saja yang bermandikan debu, tapi masyarakat sekitar juga rumahnya dipenuhi debu,” ungkapnya.
Apalagi, sambungnya, jalan tersebut berada persisi di pinggir pantai, di mana ada dua muara yang ditimbun tanah. Kalau gelombang besar, tentu akan merusak jembatan darurat dan saat hujan, air dari saluran akan tertahan di jembatan, bahkan bisa merusak jembatan darurat.
“Kalau air laut pasang, maka tinggi permukaan air laut hampir sama dengan tinggi jembatan, apalagi di kedua sisi jembatan ada tembok penahan gelombang yang tinggi, sehingga air pasti akan masuk ke muara kali mati dan merusak jembatan,” tuturnya.
Ketua Badan Pimpinan Cabang (BPC) Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) cabang Sikka, Paulus Papo Belang, ditemui Cendana News, juga menyesalkan pembangunan jalan raya alternatif yang berada di pesisir pantai dan merupakan jalan tanah.
“Harusnya Dirjen Bina Marga memikirkan efek pengalihan arus kendaraan akibat pembongkaran dan pembangunan jembatan di jalan negara yang merupakan jalur utama lalu lintas di kota Maumere. Harus ada koordinasi dengan pemerintah daerah terlebih dahulu,” sebutnya.
Jalan alternatif yang dibuka dengan memanfaatkan ruang antara turap pengaman pantai atau tembok penahan gelombang dengan perumahan warga, saran Papo, sapaannya, seharusnya dikaji terlebih dahulu dari aspek lingkungan, agar tidak ada dampak bagi pengendara dan masyarakat.
“Jalan yang dibuka tersebut harusnya diaspal terlebih dahulu, agar tidak menimbulkan debu dan dampak lingkungan lainnya. Saat ini saja debu sudah mulai dirasakan mengganggu masyarakat sekitar dan pengendara yang melintas,” tuturnya.
Jalan alternatif yang dibuat ini, tambah Papo, seharusnya memperhitungkan berbagai aspek, termasuk dampak lingkungannya bagi pengendara yang melintas, sebab jalan tersebut juga dilewati kendaraan besar, seperti bus dan truk, bukan hanya sepeda motor.
“Semuanya harus dihitung, baik dampak debunya, kekuatan jalan alternatifnya serta volume kendaraan yang melintas. Jalan alternatif tersebut bukan jalan umum, sehingga bila perlu diperbaiki, maka lakukan perbaikan terlebih dahulu sebelum digunakan,” sarannya.
Lihat juga...