“Wis Cukup”

Oleh: Siti Hardijanti Rukmana

Pada malam itu, dari ruang duduk keluarga, setelah bapak memberi tahu kami tentang keputusan beliau untuk tidak meneruskan jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia, dan setelah memberi nasehat pada kami, bapak berdiri menuju ruang kantorannya yang tidak jauh dari ruang duduk, sambil memanggil saya. Kemudian bapak memerintahkan saya untuk mengambil buku UUD 45 di lemari buku bapak.

“Untuk apa tho pak Buku UUD 45 ini,” Saya bertanya sambil menyerahkan buku tersebut.

“Bapak mau mencari kata berhenti menjadi Presiden, bapak tidak mau kata mengundurkan diri,” bapak menjawab sambil mulai membuka dan membacanya.

“Apa bedanya mengundurkan diri dan berhenti pak,” penasaran saya bertanya.

“Beda, kalau mengundurkan diri, bapak belum selesai tugasnya sudah mundur, berarti bapak tidak bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan ke bapak.
Kalau berhenti, masih dalam jabatan dan masih siap menyelesaikan tugasnya, tapi karena dipaksa untuk tidak melanjutkan jabatannya, jadi berhenti, bukan kemauan bapak sendiri.”

“Lalu apa hubungannya dengan buku UUD 45 pak,” saya bertanya masih penasaran.

“Bapak akan mencari apakah kata-kata berhenti itu ada di UUD 45 dalam kaitannya dengan Kepresidenan. Bapak ingin semua didukung oleh undang-undang.”

Bapak menjelaskan dengan sabar dengan tetap membaca buku UUD 45, tiba tiba beliau berkata : “Nah ini ada kata kata berhenti. Coba kamu baca BAB III, Pasal 8.”

Saya baca bagian tersebut, dan disitu tertulis dengan jelas kata yang bapak kehendaki.

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 8

Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.

“Iya pak, betul ada kata berhenti,” Sayapun mengiyakan pendapat bapak.

Lihat juga...