JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa sejumlah oknum Anggota DPR Provinsi Sumatera Utara, terkait dugaan korupsi pembahasan APBD Tahun Anggaran 2012-2014, di Gedung KPK Merah Putih Jakarta, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/7/2018).
“Ada tiga orang Anggota DPRD Sumut yang diperiksa sebagai tersangka, masing-masing Helmiati, Muslim Simbolon dan Sonny Firdaus. Ketiganya menjabat sebagai anggota dewan periode 2009 hingga 2014 dan 2014 hingga 2019”, kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah, di Gedung KPK Jakarta, Kamis (5/7/2018).
Menurut Febri Diansyah, pemeriksaan lanjutan ini merupakan bagian dari pengembangan penyidikan terhadap suatu kasus perkara dugaan korupsi yang hingga saat ini masih terus berjalan.
Sementara itu, dalam kasus tersebut, Penyidik KPK telah menetapkan status hukum 38 oknum mantan anggota dewan sebagai tersangka dalam kasus perkara dugaan korupsi terkait pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumut, Tahun Anggaran (TA) 2012 hingga 2014.
Dari total 38 tersangka, empat di antaranya sudah ditahan dan dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK di Jakarta. Mereka adalah Fadly Nurzal, Rijal Sirait, Rooslynda Marpaung dan Rinawati Sianturi. Mereka ditahan setelah menjalani pemeriksaan selama beberapa jam di Gedung KPK Jakarta.
Menurut Febri Diansyah, mereka diduga telah menerima sejumlah uang dari Gatot Pujo Nugroho, mantan Gubernur Provinsi Sumut periode 2009-2014.
Jumlah uang yang diterima bervariasi, antara Rp300 juta hingga Rp350 juta, pemberian uang tersebut dilakukan dengan cara ditransfer melalui rekening pribadi masing-masing oknum anggota dewan.
Gatot selama menjabat sebagai gubernur diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu korupsi. Gatot diduga juga menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya, dengan cara membujuk sejumlah oknum anggota dewan agar menyetujui dan mengesahkan APBD Pemprov Sumut.
Gatot bersama sejumlah oknum anggota dewan diduga telah bekerja sama dalam melakukan penyimpangan dan pemggelembungan anggaran dengan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain maupun sebuah korporasi atau kelompok.
Hingga saat ini, hampir sebagian besar oknum anggota dewan secara sukarela telah mengembalikan sejumlah uang sebesar Rp5,47 miliar kepada KPK. Uang tersebut akan dikembalikan kepada negara sebagai pengganti adanya potensi kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.