Politisi Kita Harus Belajar pada Etika Sepakbola

OLEH TJAHJONO WIDARMANTO

Tjahjono Widarmanto. Foto: Istimewa

Penulis Vince Lombardi Jr mengatakan bahwa sepak bola seperti kehidupan nyata yang selalu membutuhkan kerja keras, pengorbanan, penyangkalan diri, dedikasi, namun juga menghormati persaudaraan dan respek pada otoritas.

Lalu bagaimanakah para pemain dalam panggung politik kita? Apakah para politikus, para pemain arena politik kita sudah mendepankan etika? Adakah etika dan kepatuhan terhadap aturan main? Adakah etika dalam politik mereka sehingga menghormati lawan politik dan menjujung tinggi sportivitas?

Dalam realitanya, panggung politik kita tidak menghargai etika atau tidak memilika etika politik. Akrobat dan manuver dalam jagat perpolitikan kita sangat memalukan. Alih-alih menghormati dan menghargai lawan politik, mereka bahkan menghalalkan segala cara untuk menumbangkan lawan politik.

Hasrat kuasa telah memberangus etika politik. Lihatlah kosa kata yang mereka produksi penuh cemooh dan ejekan (bahkan makian), seperti “dungu”, “kecebong”, “kampret”, “plonga-plongo”, bahkan produksi fitnah dan hoax seperti “PKI”, “antek asing”, anti Islam”, “pribumi”, dan sebagainya.

Retorika-retorika politik yang tak beretika semacam itu jelas menjauhkan sikap sportif dalam berpolitik. Retorika-retorika tersebut jelas-jelas adalah menghasut, menjatuhkan, yang pada ujung-ujungnya akan melahirkan kebencian dan rantai dendam yang sulit terputuskan.

Sudah saatnya para politikus kita berguru pada sepak bola, belajar pada piala dunia, untuk menumbuhkan etika berpolitik yang sehat, santun, saling menghargai, mematuhi aturan main, dan memiliki sikap sportivitas.

Melalui etika berpolitiklah kita bisa menghindarkan diri dari sekedar pseudo kemenangan yang hanya melahirkan dendam dan luka-luka bagi mereka yang kalah dalam percaturan politik. Menumbuhkan etika politik berarti menyelamatkan masa depan politik dan kepercayaan masyarakat terhadap jagat politik.

Lihat juga...