Lombok Tengah – Wakil Presiden, HM Jusuf Kalla, meminta supaya alokasi Dana Desa (DD) yang diberikan kepada desa setiap tahun, tidak saja digunakan untuk pembangunan fisik, tapi juga dimaksimalkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Permintaan tersebut disampaikannya, ketika membuka program penanganan masalah stunting pada bayi, di Desa Dakung, Kabupaten Lombok Tengah, Kamis (5/7/2018).
“Program masa depan untuk meningkatkan kualitas SDM harus diperbaiki, terutama terkait masalah kesehatan. Karena itu, semua harus ikut berkontribusi, termasuk Kepala Desa melalui DD”, kata Wapres.
Menurut Wapres, peruntukan DD selain pembangunan fisik, juga pemberdayaan ekonomi masyarakat, kesehatan dan pendidikan.
“Karena itu, hari ini kita ajak Kementerian Desa, supaya bisa memperhatikan hal tersebut”, kata Wapres.
Wapres juga mengatakan, ada Kementerian PUPR yang menangani masalah kebutuhan air bersih, sebab orang hidup butuh air bersih, jamban bersih juga supaya masyarakat desa bisa sehat, gerakan masyarakat harus diperbaiki.
“Masalah kesehatan, seperti kekurangan gizi termasuk masalah stunting, tidak saja menyangkut masalah makanan semata, tapi juga sarana prasarana pendukung, termasuk kebersihan”, katanya.
Sementara itu, Gubernur NTB, Zainul Majdi, mengatakan, penanganan stunting telah menjadi perhatian serius dan menjadi prioritas, dengan memberikan makanan tambahan, zat besi, didukung dengan kondisi lingkungan dan sanitasi yang sehat.
Diakuinya, membangun SDM NTB, dari beberapa indikator, pendidikan dan kesehatan tidak cukup dengan anggaran yang besar dan program hebat, tapi bagaimana program tersebut bisa diakses dan dirasakan masyarakat.
“Karena itu, setiap program penanganan masalah kesehatan termasuk stunting, selain harus bisa menjangkau dan diakses masyarakat bawah, juga harus berkelanjutan, mendorong kesadaran masyarakat”, katanya.
Namun, katanya, yang banyak terjadi justru setelah program selesai, tidak ada keberlanjutan.
“NTB selama ini gudang program oleh NGO dan Lembaga Swadaya Masyarakat nasional maupun internasional, tapi hampir 90 persen tidak dapat berlanjut”, katanya.