Becak Kayuh di ‘Kota Gudeg’ Terus Berkurang

Becak konvensional masih di jumpai di jalanan, ilustrasi - Dok: CDN
YOGYAKARTA – Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, Provinsi DIY, mencatat jumlah becak kayuh yang beroperasi di wilayahnya semakin berkurang.
“Berdasarkan data jumlah becak yang memperbarui surat izin operasional kendaraan tidak bermotor (SIOKTB), jumlah becak di Yogyakarta terus berkurang,” kata Kepala Seksi Penyelenggaraan Angkutan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, M Zandaru Budi, di Yogyakarta, Minggu (5/8/2018).
Pada 2014, jumlah SIOKTB untuk becak yang dikeluarkan Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta mencapai sekitar 5.500 becak, dan berkurang menjadi 5.048 becak pada 2016, dan pada 2018 hanya 3.325 unit.
“Diperkirakan hanya tersisa sekitar 60 persen dari jumlah becak empat tahun lalu,” katanya.
Zandaru tidak dapat memastikan penyebab berkurangnya jumlah becak kayuh yang beroperasi di Yogyakarta, termasuk perubahan dari becak kayuh menjadi becak motor.
“Selama ini, becak motor banyak yang berasal dari luar Kota Yogyakarta. Tetapi, memang dimungkinkan pengurangan terjadi, karena pemilik menjual becak yang mereka miliki,” katanya.
Selain becak, Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta juga mengeluarkan SIOKTB untuk andong yang ampai saat ini, jumlahnya mencapai 506 unit.
SIOKTB difungsikan layaknya surat tanda nomor kendaraan pada kendaraan bermotor. Selain itu, setiap kendaraan tidak bermotor yang beroperasi di Kota Yogyakarta juga wajib dilengkapi dengan tanda nomor kendaraan tidak bermotor (TNKTB), atau semacam plat nomor pada kendaraan bermotor.
TNKTB wajib dipasang di badan becak atau andong sebagai pengenal dan bisa menjamin keamanan penumpang. Surat dan nomor kendaraan tersebut memiliki masa berlaku selama tiga tahun, dan setelahnya wajib diperbarui.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Becak Kayuh Yogyakarta, Jiyono, mengatakan, pengemudi becak yang tergabung dalam paguyubannya rutin mengurus dan memperbarui SIOKTB.
“Jumlah pastinya belum kami data, mungkin sudah berkurang sekitar 50 persen dari jumlah awal yang sempat mencapai 8.000 unit pada 2005,” katanya.
Menurut dia, pengurangan jumlah becak kayuh tersebut salah satunya terjadi karena berubah menjadi becak motor, yang dianggap lebih mudah dan tidak membutuhkan tenaga besar untuk menjalankannya.
“Kalau pakai mesin sepeda motor, pasti akan lebih mudah dijalankan daripada harus dikayuh, karena berat. Tetapi, banyak pengemudi becak motor yang berasal dari luar DIY. Kalau dari DIY, banyak yang masih bertahan dengan becak kayuh sebagai budaya tradisi,” katanya.
Meskipun demikian, Jiyono mengatakan, banyak pengemudi becak motor yang mencoba mengembalikannya menjadi becak kayuh, karena banyak operasi penertiban.
“Saat pemerintah rutin melakukan operasi penertiban parkir liar di Jalan Pasar Kembang, ternyata berimbas pada becak motor. Mereka juga merasa takut, sehingga tidak beroperasi. Mungkin lebih baik jika pemerintah rutin melakukan operasi penertiban,” katanya. (Ant)
Lihat juga...