Pesan Ibu Tien Soeharto: Lestarikan Budaya Suku Asmat

Editor: Koko Triarko

JAKARTA – Pemandu Museum Asmat Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Awaluddin, mengatakan, tanpa ide cemerlang Ibu Siti Hartinah Soeharto atau yang familiar dipanggil Ibu Tien Soeharto, tidak akan ada TMII, tidak ada museum, dan anjungan daerah. Maka, kita pun sebagai masyarakat bangsa tidak mengenal budaya daerahnya.
“Ide cemerlang Ibu Tien Soeharto berbalut budaya. Membuat miniatur Indonesia kala itu banyak yang protes. Tapi, kini TMII jadi kebanggaan pemersatu bangsa lewat budaya,” kata Awaluddin, kepada Cendana News, Sabtu (11/8/2018).
Dengan berkunjung ke TMII, masyarakat Indonesia bisa mengenal ragam budaya daerah yang ditampilkan di 34 anjungan provinsi Indonesia. Kangen kampung halaman, pun kata dia, menjadi terobati dengan wisata ke TMII. Bahkan, komunitas daerah tertentu kerap temu kangen menggelar acara kebudayaan di TMII.
Kepala Museum Asmat TMII, Suprapti. -Foto: Sri Sugiarti.
Dalam pelestarian budaya bangsa, tambah dia, Ibu Negara Tien Soeharto juga kerap mengundang tamu-tamu negara berkunjung ke TMII. Selain diajak keliling anjungan dan museum untuk melihat khazanah budaya daerah, para tamu itu juga diminta untuk menanam pohon beringin di area TMII sebagai perlambang persatuan bangsa.
Buktinya, kata Awaluddin, di parkiran selatan dan timur TMII tertanam 27 pohon beringin yang saat menanamnya menyertakan para tamu negara. Pohon beringin itu membuat rindang area TMII.
“Saat itu, 27 provinsi. Jadi pohon beringin yang ditanam di depan area TMII ini, ya 27 pohon. Filosofinya pemersatu 27 provinsi yang terikat dalam pelestarian budaya bangsa,” ujarnya.
Begitu pula saat membangun museum Asmat yang diresmikan pada 20 April 1986 oleh Presiden Soeharto. Menurutnya, adalah ide cemerlang Ibu Tien Soeharto yang ingin melestarikan budaya Asmat, agar dikenal oleh masyarakat Indonesia dan dunia.
Museum Asmat menampilkan koleksi-koleksi seni budaya tradisional suku Asmat, yang membuat wisatawan domestik dan turis tertarik. Setiap harinya selalu dikunjungi, apalagi di saat libur sekolah. Anak-anak sekolah, mahasiswa dan turis asing menjadikan momen kunjungan ke museum ini untuk bertanya sejarah budaya Asmat.
“Kita edukasi budaya Asmat pada mereka. Generasi milenia wajib paham budaya bangsanya,” ujarnya.
Meskipun tak pernah sepi pengunjung, tapi pihaknya terus berupaya memperkenalkan budaya Asmat dengan menggelar pameran di area TMII maupun di luar TMII. Bahkan, setiap bulan diadakan gelaran seni atau atraksi tari di museum Asmat ini.
Senada dengan Awaluddin, Kepala Museum Asmat, Suprapti, menambahkan, Ibu Tien Soeharto adalah sosok tauladan yang mempersatukan bangsa dengan budaya. Museum Asmat dibangun atas ide beliau, merupakan bukti sejarah pelestarian budaya suku Asmat yang harus terus dijaga.
“Itu yang dipesankan Ibu Tien Soeharto, jaga dan lestarikan budaya suku Asmat,” ujarnya.
Maka itu, setiap tahun museum ini menyusun program menarik untuk menggaet pengunjung. Program 2018 yang digelar rutin setiap bulan adalah menari tradisional Asmat yang digelar di area museum ini. Selain itu, pameran museum bersama seperti saat HUT ke-43 TMII dan Hari Anak Nasional (HAN) pada 29 Juli 2018 lalu.
Pemandu Museum Asmat TMII, Awaluddin. -Foto: Sri Sugiarti.
“Edukasi dan atraksi tari Asmat kami suguhkan bagi rombongan anak-anak sekolah atau tamu asing yang berkunjung ke museum Asmat,” ujarnya.
Tujuan edukasi itu memberikan pemahaman tentang makna tarian Asmat dalam kehidupan. Begitu juga dijelaskan tentang budaya suku Asmat lainnya, termasuk alat musik.
Namun demikian, Suprapti mengeluhkan kesadaran masyarakat yang berkunjung ke museum masih minim. Dia berharap, ada dukungan dari pemerintah yang memberlakukan kebijakan wajib kunjungan ke museum bagi sekolah-sekolah.
“Pemerintah sudah mendukung, cuma imbasnya belum terasa. Kami harapkan itu wajib kunjung museum yang digerakkan pemerintah kepada sekolah-sekolah. Kami tunggu itu wajib kunjung,” tandasnya.
Dengan wajib kunjung, menurutnya, para siswa yang merupakan generasi masa depan bisa lebih mengenal budaya Asmat dan sejarah bangsa.
Pemerintah, dalam ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendilbud), mempunyai tugas untuk mengkampanyekan sekolah wajib kunjung museum.
Karena, meskipun mengubah suasana museum, tapi bila perhatian dari pemerintah itu kurang juga tidak berjalan dengan baik. Karena anak-anak sekarang tidak banyak yang kenal museum, begitu pula dengan isinya.
“Pengetahuan anak-anak tentang museum masih kurang. Jangan sampai budaya kita hilang tak dikenal mereka,” tutupnya.
Lihat juga...