Kedelai Impor, Perajin Tempe-Tahu Siasati Melemahnya Rupiah

Editor: Makmun Hidayat

BALIKPAPAN — Dampak melemahnya rupiah terhadap dolar pada harga kedelai yang digunakan perajin tahu tempe di kota Balikpapan membuat kekhawatiran tersendiri pada pedagang sekaligus perajin tahu tempe.

Kekhawatiran itu terkait menurunnya daya beli masyarakat terhadap tahu tempe apabila komposisi atau ukuran tempe dikurangi. Bahan dasar kedelai yang digunakan perajin tahu tempe di kawasan industri Somber Balikpapan merupakan kedelai impor. Sehingga harganya pun mengikuti kurs dolar.

“Dengan terpaksa ukurannya kami kurangi. Dari pada harganya dinaikkan, takutnya pembelinya ga mau beli tempe,” kata seorang perajin yang juga berjualan tempe dan tahu di Pasar Klandasan, Ibu Imam, Selasa (11/9/2018).

Dia mengatakan kondisi tergerusnya rupiah harapannya tidak berkelamaan. Karena bahan baku yang digunakan impor dan mengikuti pergerakan kusr dolar.

“Ini aja kita sudah kurangi sekitar seperempat ons. Kalo kondisi seperti ini terus menerus terjadi maka takaran kedelai dikurangi lagi dan ukuran akan semakin tipis,” paparnya disela aktivitasnya saat ditemui saat berjualan di pasar Klandasan Balikpapan.

Diakuinya, saat ini harga tempe di pasaran hingga kini stabil Rp6 ribu per papan ukuran besar. “Yang sedang dan bungkus daun pisang ini Rp4 ribu per papan. Kalau perkilogramnya, ya dijual Rp10 ribu,” sebut ibu Imam.

Untuk diketahui, harga kedelai impor yang masuk kota Balikpapan sekitar Rp8 ribu per kilogram. Sementara kedelai lokal seperti dari Muarakomam Paser, meski berkualitas bagus, masih belum mampu menutupi kebutuhan perajin tahu tempe.

Adapun kebutuhan kedelai untuk 115 perajin di IKM Somber bisa mencapai 12 kontainer dengan bobot maksimal 23 ton per bulan. Sementara Primkopti hanya mampu menyediakan sekitar 7 sampai 8 kontainer sehingga perajin menyiasati produksi dengan mengurangi bentuk tempe.

Lihat juga...