Lukisan-lukisan di Balik Dinding Istana Negara
Editor: Makmun Hidayat
JAKARTA — Lukisan tak semata hanya sebuah karya saja, tapi juga lukisan bisa menjadi alat diplomasi, bahkan lukisan menaikkan citra negara.
Hal itu yang membuat Sukarno banyak mengoleksi lukisan yang jumlahnya sekitar 700 lukisan, dan baru 200 lukisan yang dipajang, bahkan masih banyak lukisan yang disimpan di gudang.
“Buku Sukarno Favorite Painters ini dibuat untuk memberikan tambahkan informasi pada semua lapisan masyarakat bahwa kesenian begitu berarti dalam perkembangan bangsa ini. Jadi tidak semata-mata hanya politik yang membuat negeri seimbang, tapi juga perkara seni,” kata Mikke Susanto seusai peluncuran buku Sukarno Favorite Painters di Masterpiece Building, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (21/9/2018).
Mikke membeberkan Sukarno memberi contoh kepada kita bahwa perkara negara juga tak bisa dilepaskan dari kesenian.
“Sukarno membangun semangat masyarakat pada masa awal pemerintahannya tahun 1945 juga menggunakan kesenian, contohnya lukisan, poster, grafiti sebagai penyemangat. Kalau tidak ada itu semua, maka akan susah karena dulu tidak ada televisi, adanya hanya radio tapi tidak bisa dilihat, yang bisa dilihat adalah grafiti-grafiti yang diterapkan di kereta api yang bisa mengelilingi Jawa,” bebernya.
Mikke memberikan contoh sebuah semboyan ‘Hidup atau Mati’ yang merupakan hasil pekerjaan seniman. “Tulisannya bagus, ejaan baik dan harmonis,” terangnya.
Poster-poster perjuangan begitu juga yang digerakkan oleh para perupa yang memang dipesan oleh Sukarno. “Itu jarang sekali disentuh oleh para peneliti kita,” tuturnya.
Hubungan Sukarno dengan seniman itu, lanjutnya, terkait dengan sejarah hidup Sukarno sudah ada. “Jadi ketika Sukarno kecil sudah suka seni, ketika dia kuliah di ITB ia berguru pada seniman, dia di Teknik Sipil, tapi gurunya adalah pelukis, namanya Charles Schumacher,” paparnya.